Rabu, 27 March 2019 23:06 UTC
Lahan persawahan di salah satu perkampungan di Kota Surabaya. Foto: ilustrasi kedaulatan pangan Indonesia.
JATIMNET.COM, Surabaya - Pemerintah Indonesia dinilai gagal dalam mempertahankan kedaulatan pangan. Salah satu penyebab kegagalan itu karena faktor kerusakan tanah yang luas akibat penggunaan pupuk kimia dan pestisida yang tidak bijak.
Merujuk pada data dari Tech-Cooperation Aspac FAO menyebutkan, sekitar 69 persen tanah pertanian di Indonesia dikategorikan sudah rusak parah lantaran penggunaan pupuk kimia dan pestisida yang berlebihan. Dengan kondisi demikian, diramalkan ketahanan pangan (food security) hingga 2050 Indonesia sangat rentan terhadap perubahan iklim.
"Namun justru masalah banjir, kekeringan, dan serangan hama, selalu dijadikan kambing hitam masalah gagal pangan," kata Pendiri Gerakan Nasional Penyelamat Bangsa (Garda PAS), Wibisono, Kamis 28 Maret 2019.
Wibi menambahkan, selama ini pemerintah pusat belum punya perencanaan yang matang. Misalnya kebutuhan beras 2 juta ton, maka seharusnya angka produksinya 2,5 juta ton sehingga ada stok 0,5 juta ton. "Kita belum sampai ke sana," ujarnya.
BACA JUGA: PBB Ingatkan Perubahan Iklim Ancam Ketahanan Pangan Dunia
Di samping itu, masalah lain faktor rendahnya sentuhan teknologi oleh petani lantaran minimnya ilmu pengetahuan. Misalnya, banyak petani yang tidak dapat mengukur power of hydrogen (PH) tanah atau obat-obatan apa saja yang tidak boleh digunakan. Selain itu, banyak pula petani yang tidak bisa memilih benih unggul.
Salah satu kendalanya masalah biaya produksi beras di Indonesia cukup tinggi, salah satu kontribusinya dari pembelian pupuk. Lihat saja datanya, biaya produksi beras Indonesia selama ini sebesar Rp 5.900 per kilogram. Bandingkan dengan biaya produksi beras di Vietnam yang sebesar Rp 2.300 per kilogram, Australia Rp 1.800 per kilogram, dan Amerika Serikat Rp 900 per kilogram.
Wibi khawatir, jika tidak ada terobosan dalam hal teknologi, Indonesia akan tetap jadi pengimpor beras abadi. Sementara sekitar 40 juta petani padi di Indonesia itu menghidupi 246 juta jiwa penduduk Indonesia.
BACA JUGA: Area Pertanian di Kota Madiun Tergusur Pengembangan Perumahan
Oleh sebab itu, kata dia, perlu ada program perbaikan tanah secepatnya atau soil amendment programme (program pembugaran tanah) dengan memperbaiki sifat biologi tanah. Selama ini kita hanya memperhatikan sifat fisika dan kimia saja, sementara aspek biologi tidak pernah dipikirkan.
"Nenek moyang kita zaman dulu tidak ada pupuk, tapi bisa menanam dan panen. Pada saat intensif menggunakan pupuk, produksi malah turun atau terjadi gagal panen," katanya.
Solusinya, pertama menerapkan Redefinisi pupuk dalam pengelolaan tanah dalam menanam semua jenis tanaman pangan, yaitu pupuk hayati, pupuk organik dan kompos, pupuk (80 persen) kimia terbatas (20 persen). Kedua penguatan Community Development. Ketiga membangun Platform Ketahanan Pangan. "Inilah yang harus dilakukan pemerintah agar kedaulatan pangan bisa tercapai," ujarnya.
Garda PAS, ia menambahkan, ingin mengembalikan jati diri bangsa kembali menjadi bangsa AGRARIS dengan membangun peningkatan ketahanan pangan nasional dengan menjaga aspek-aspek strategis peningkatan ketahanan pangan.
"Caranya yakni membangun Platform Food Security dan membangun sistem pertanian modern ramah lingkungan dengan pemanfaatan Biofertilizer," katanya sambil mengaku sudah melaporkan kondisi tersebut kepada Calon Presiden 2019 nomor urut 02 Prabowo Subianto.
