Rabu, 20 February 2019 02:59 UTC
Ilustrasi kekerasan pada anak
JATIMNET.COM, Surabaya – Dunia maya menjadi sarana untuk mengeksploitasi anak-anak. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menemukan sejumlah bentuk eksploitasi pada anak-anak di dunia maya.
"Salah satunya melalui materi yang mengandung muatan kekerasan seksual terhadap anak secara nyata atau simulasi secara eksplisit," kata Sekretaris Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dermawan Selasa 19 Februari 2019.
Eksploitasi terhadap anak dilakukan dalam bentuk bujuk rayu di dunia maya untuk tujuan seksual. Pelakunya sering kali adaah orang dewasa yang menggunakan internet atau teknologi digital lain untuk membangun hubungan dengan anak.
BACA JUGA: Komnas Perlindungan Anak Siapkan Pendampingan
Hubungan itu dimaksudkan untuk memancing, memanipulasi, atau menghasut anak agar bersedia melakukan kegiatan seksual.
Selain bujuk rayu, ada pula kegiatan "sexting", yaitu menggiring anak-anak secara intens mengirimkan pesan seksual secara eksplisit atau gambar yang menunjukkan sisi seksualitas dari dirinya.
"Gambar atau video yang dikirimkan bisa berupa tampilan semitelanjang, erotis, atau aktivitas seksual yang biasanya dibagikan kepada pacar atau teman dekat karena ancaman, kekerasan atau pemerasan," kata dia.
BACA JUGA: Anak PKI dan Anak Mami
Bentuk lainnya adalah pemerasan secara seksual, yaitu proses seorang anak dipaksa memberikan imbalan seks, uang, dan barang berharga lainnya atau memproduksi materi seksual.
Ia menjelaskan bahwa anak juga dapat dieksploitasi melalui siaran langsung kekerasan seksual ketika seorang anak dipaksa tampil di depan kamera atau "webcam" untuk melakukan aktivitas seksual atau menjadi subjek kekerasan seksual.
Dermawan mengatakan semua anak berhak untuk dilindungi, termasuk dari eksploitasi yang terjadi di dunia maya. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi secara jelas menyebutkan bahwa pelarangan pelibatan anak sebagai objek eksploitasi seksual daring.
"Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga mengatur pemberatan sanksi bagi pelaku kejahatan anak terutama kejahatan seksual," katanya. (Ant)
