Sabtu, 09 July 2022 06:20 UTC
no image available
JATIMNET.COM, Gresik - Disetujui dan disahkan nya Rancangan Undang-Undang oleh Pemerintah oleh Legislatif atau DPR RI akan menjadi kesepakatan, ketika terjadi kesepakatan antara penguasa. Maka hal ini jadilah sebuah Hukum, dimana Hukum terlahir seperti umumnya, bertujuan untuk mencari kepastian hukum, mencari keadilan dan terpenuhinya nilai manfaat.
Tentu sebuah keharusan ketika Rancangan Undang-Undang telah disahkan dan menjadi Undang-Undang, maka terpenuhinya Kekuatan Yuridis, Kekuatan Sosiologis dan Kekuatan Filosofis. Kekuatan Yuridis, jelas telah disahkan dan bernilai legitimate, Kekuatan Sosiologis keharusan Undang-Undang tersebut dipastikan dapat diterima oleh Masyarakat Umum.
Disisi lain Undang–Undang ndang atau Hukum dibuat pastilah untuk melindungi suatu kepentingan baik kepentingan Pribadi, individu, golongan, kelompok hingga kepentingan Penguasa.
Maka ketika Undang-Undang disahkan dan tingginya penolakan di masyarakat, justru Undang-Undang akan mengancam terkebirinya Hak sebagai masyarakat atau warga Negara, maka dipastikan Undang-Undang ini dilahirkan untuk kepentingan Penguasa.
Tersebar berita finalnya Rancangan Undang-Undang Hukum Pidana ( RUHP), merupakan moment yang perlu dicatat oleh sejarah jika memang ini nantinya pihak DPR RI membeber begitu saja.
Dengan Rancangan yang diinisiasi oleh pihak eksekutif dalam hal ini Pemerintah berikut DPR RI menyetujui begitu saja, dan sejarah akan mencatat dimulainya Pemerintahan Anti Kritik.
Mengapa tidak, beberapa Pasal yang terkonsep, terancang dan terbangun sebagaimana khusus bertalian dengan ancaman serius bagi masyarakat jika mengkritik pedas pada Kebijakan Pemerintah / Penguasa.
Akan dianggap sebagai penyerangan harkat martabat, Pimpinan Negara hingga dianggap Penghinaan, pembentukan opini, penodaan sampai minimal pencemaran nama baik.
Pasal 240, pasal 241 ancaman pidana bagi seseorang yang dianggap melakukan mengganggu ketertiban umum dan penghinaan terhadap Pemerintah. Pasal 353 dan pasal 354 ancaman Pidana bagi seseorang yang malakukan kritik dan dianggap penghinaan terhadap Kekuasaan umum dan Lembaga Negara.
Satu contoh isi Pasal 354 “Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar atau memperdengarkan rekaman, atau menyebarluaskan melalui sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan, terhadap kekuasaan, umum atau Lembaga Negara, dengan maksud agar isi penghinaan tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh Umum dipidana dengan penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III”.
Dari sebagian pasal yang bermasalah tersebut jika memang benar-benar disahkan oleh DPR RI maka, hati-hati, kita mahasiswa, para insan media atau wartawan dalam menyuarakan pendapat berbeda dengan kebijakan pemerintah.
Baik berupa tulisan, foto gambar melalui sarana teknologi informasi yang pihak umum dapat mengakses dan melihat serta membaca sehingga dimaknai sebagai penghinaan, hingga dianggap muatan kebohongan. Maka dipastikan kita akan diancam pidana dan selamat menikmati Hotel Prodeo.
Penulis Opini, Andi Rafif Adyatma
Mahasiswa Fakultas Hukum UNTAG Surabaya sekaligus Paralegal YLBH Fajar Trilaksana Gresik.