Sabtu, 01 December 2018 06:31 UTC
Sejumlah ormas menghadang massa aksi dilakukan dari mahasiswa Papua yang tinggal di Surabaya. Foto: Khoirotul Lathifiyah
JATIMNET.COM, Surabaya - Aksi unjuk rasa dilakukan dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) West Papua ke-57, dengan pernyataan sikap dan kebebasan berpendapat warga Papua berdomisili di Surabaya sebagai mahasiswa, sempat terjadi ketegangan.
Hal itu disebabkan, saat berlangsungnya aksi sempat diwarnai pelemparan antara dua kubu, yakni dari salah satu ormas dengan mahasiswa Papua. Seingga, aksi peringatan HUT West Papua, awalnya di depan Monumen Kapal Selam, Jalan Pemuda hendak menuju ke Gedung Grahadi, Jalan Gubernur Suryo itu menyebabkan 16 pengunjuk rasa terluka.
"Ya, awalnya aksi ini berjalan dengan lancar, hingga akhirnya kami dihadang dilarang ke depan gedung Grahadi, akhirnya massa Papua melakukan aksi di depan Gedung RRI. Lalu, datang Organisasi Pemuda Pancasila yang hampir mulai tidak kondusif,” kata Veronica, pengacara HAM AMP, diwawancarai usai Aksi di Basecamp AMP Jalan Kalasan, Sabtu, 1 Desember 2018.
Veronica mengungkapkan, terdapat tiga kota selain Jakarta aksi besar ini dilakukan, antara lain Surabaya, Malang, dan Yogyakarta, karena di ketiga kota tersebut terjadi represi terhadap Mahasiswa Papua.
Veronica mengapresiasi pendapat ormas, tapi menurutnya dengan cara membuat kerusuhan ketika aksi berlangsung merupakan hal yang tidak tepat.
“Seharusnya jika menganggap hal tersebut merupakan melawan separatism harusnya tidak menindas, mendiskriminasi, atau bahkan mengeroyok masayarakat Papua," katanya.
BACA JUGA: Aksi Mahasiswa Papua di Surabaya Nyaris Bentrok Dengan Ormas
Tetapi bisa dilakukan dengan pendekatan dan diskusikan dengan baik, karena jika menggunakan sikap yang mengintimidasi bisa jadi akan menimbulkan perpecahan.
Dalam upaya ini, pihak AMP maupun Pengacara HAM AMP sangat berterimakasih kepada pihak keamanan yang mampu mencegah terjadinya kerusuhan antara AMP dengan Ormas Pemuda Pancasila.
Di mana terjadi penyerangan dengan melemparkan botol plastik yang berisi air, batu, bambu runcing, hingga aksi pengeroyokan.
“Kerusuhan yang terjadi tadi menimbulkan 16 orang luka-luka, dan tiga diantaranya mengalami luka dikepala hingga bocor,” kata veronica.
Melalui aksi ini, masyarakat Papua menolak untuk tunduk ketika menerima diskriminasi, penindasan, maupun berkurangnya ruang untuk berpendapat untuk mahasiswa Papua. Dalam pembacaan pernyataan sikap AMP menyampaikan aspirasinya sebagai warga.
“Kami berusaha mendapatkan tuntutan utama untuk hak penentuan nasib sendiri, sebagai solusi demokratis untuk West Papua dalam menentukan hidup sendiri untuk bangsa. Agar mempunayi hak politik bangsa Papua,” kata Dolince Iyowau salah satu anggota AMP.
Selama aksi dan orasi berlangsung, mahasiswa Papua berteriak “Papua Merdeka!” yang diucapkan secara serentak. Merdeka yang dituntut dalam hal ini adalah mendapatkan kebebasan berpendapat, dan merdeka dari rasa ketakutan atas diskriminasi yang diterima karena masyarakat yang terisolasi selalu tidak diproses hokum secara transparan dan tuntas.
Dolince megungkapakan selama ini masyarakat Papua tidak mempunyai ruang gerak dan dibungkam dalam berpolitik.