Jumat, 07 February 2025 07:00 UTC
PTUN Surabaya menggelar sidang pemeriksaan di tempat atas sengketa tanah di Dusun Bantal, Desa Duyung, Kec. Trawas, Kab. Mojokerto, Jumat, 7 Februari 2025. Foto: Hasan
JATIMNET.COM, Mojokerto – Sejumlah warga di Kecamatan Trawas mempersoalkan status kepemilikan tanah yang tiba-tiba berubah di Dusun Bantal, Desa Duyung, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto, Jumat, 7 Februari 2025.
Lahan seluas 7.330 meter persegi milik Niah Cs dipersoalkan usai Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengeluarkan sertifikat atas nama yang berbeda, yakni atas nama Jonko Pranoto dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 125 Tahun 2023. Diduga kuat ada oknum pegawai BPN yang mengubat status kepemilikan tanah tersebut.
Pihak desa hanya mengetahui jika tanah tersebut merupakan Petok D milik Niah Cs dengan berita acara eksekusi nomor 07/Eks.G/2004/PN.Mkt yang dikeluarkan Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto yang dikuasakan ke ahli waris Tutik Munawaroh dan Anifah selaku anak kandung Niah sejak 2003. Adapun batas lahan sisi utara tanah milik Saman, batas utara tanah milik Kasdi, batas selatan tanah milik Musto, dan batas barat tanah milik Agus/Kasmu.
BACA: Sengketa Tanah Paman dan Keponakan, PN Gresik Gelar Sidang di Tempat
"Itu tanah milik Tutik, Tutik ini anak dari Niah (almarhum). Hasil putusan persidangan dan hasil ekskusi berita acara (2004)," ujar Kepala Desa Duyung Julianto.
Ia mengaku desa tak pernah diajak untuk melakukan pengukuran oleh pihak BPN Mojokerto maupun Jonko Pranoto yang mengklaim tanah milik Tutik tersebut. Namun, SHM tiba-tiba sudah keluar sebelum dilakukan pengukuran.
"Desa juga tidak tahu pengukuran, tidak pernah didatangi BPNmaupun saksi terkait berita acara pengukuran (SHM atas nama Jonko Pranoto). Desa tidak dilibatkan dan tidak ada pengukuran," katanya.
Tepisah, Eman Lukman sebagai kuasa hukum penggugat (Tutik) menjelaskan tanah yang dimiliki kliennya ini sudah diputuskan dan dimenangkan di Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto, Pengadilan Tinggi Jatim, hingga pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya.
Ia mengaku penerbitan SHM atas nama Jonko Pranoto tahun 2024 ini dirasa tidak wajar karena tak sesuai dengan konteks penerbitan. Pasalnya, pihak desa tidak dilibatkan oleh BPN Mojokerto dalam pengukuran lokasi sengketa.
"Jadi penerbitan sertifikat itu saya kira tak sesuai konteks penerbitan, karena desa tidak pernah dilibatkan dalam pengukuran. Dan menggugat BPN Mojokerto," ujarnya.
BACA: PN Gresik Periksa Bidang Tanah yang Diperebutkan Dua Warga Bertetangga
Sementara, Jonko Pranoto yang didampingi kuasa hukumnya, Sunarno Edy Wibowo, saat pelaksanaan pemeriksaan setempat oleh PTUN Surabaya yang dihadiri kuasa hukum penggugat, kepala desa, maupun BPN Mojokerto sebagai tergugat tetap bersikukuh jika lahan tersebut milik ayahnya, Halim Sumanto, yang sudah dipindahnamakan atas nama dirinya.
Ia juga mengklaim telah melakukan pengukuran bersama juru ukur BPN Mojokerto pada Januari 2024 lalu di obyek lahan yang disengketakan seluas 9.460 meter persegi. Sementara, luas lahan yang dimiliki penggugat Tutik hanya 7.330 meter persegi.
"Ini lahan sebelumnya milik ayah saya, Halim, lalu diatasnamakan diri saya (Jonko Pranoto) sebagai ahli waris," katanya.
Sementara itu, Ketua Hakim PTUN Surabaya Kemas Mendi Zatmiko usai pelaksanaan pemeriksaan setempat lahan sengketa mengatakan persidangan akan dilanjutkan Rabu, 12 Februari 2025.
"Dengan demikian pemeriksaan setempat kali ini majelis kita tutup dan akan kita tunda di hari Rabu tanggal 12 Februari 2025 dengan agenda pembuktian, baik itu bukti surat tambahan dari para pihak dan saksi yang akan dihadirkan," katanya.