Logo

Sosiolog UGM Arie Sujito Terbitkan Buku Kumpulan Esai Bertema Demokrasi

Reporter:,Editor:

Sabtu, 29 August 2020 12:00 UTC

Sosiolog UGM Arie Sujito Terbitkan Buku Kumpulan Esai Bertema Demokrasi

BEDAH BUKU. Sosiolog UGM Arie Sujito (tengah) dan penggerak ekonomi masyarakat Madiun, Bernadit Sabit Dangin (paling kanan) dalam diskusi terbatas "Refleksi 75 Tahun Indonesia Merdeka" di Desa Gunungsari, Kec./Kab. Madiun. Foto: Tim Arie Sujito

JATIMNET.COM, MADIUN – Sosiolog Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta Arie Sujito meluncurkan buku berjudul ‘Tonggak Politik: Kumpulan Esai Dua Dekade Demokrasi Indonesia’ di kampung halamannya, Desa Gunungsari, Kecamatan/Kabupaten Madiun, Sabtu, 29 Agustus 2020.

Buku setebal 290 halaman itu berisi 47 esai yang ditulis Arie dan telah dimuat di sejumlah media massa dan jurnal sejak 2000 hingga 2020. Dua laporan hasil wawancara dan satu naskah profil juga menjadi bagian dari buku yang diterbitkan Penerbit Ombak dan Sanggar Maos Tradisi ini. Dengan demikian, total karya dalam buku itu sebanyak 50 tulisan.

“Ini adalah ikhtiar mendokumentasikan pikiran-pikiran yang saya tuangkan dalam bentuk artikel, opini, atau analisis tematik sebagai respons dan interpretasi atas fenomena demokrasi Indonesia dalam rentang dua dekade,” kata Arie usai peluncuran buku.

BACA JUGA: Warung Kopi sebagai Media Diskusi dan Pembelajaran Politik

Acara peluncuran buku ini dikemas dalam diskusi bertajuk ‘Refleksi 75 tahun Indonesia Merdeka’. Tiga pembicara hadir dalam kegiatan yang berlangsung di sebuah pendapa milik warga. Selain Arie, dua lainnya adalah Bernadit Sabit Dangin sebagai penggerak partisipasi dan ekonomi masyarakat Madiun dan Ketua STPMD “APMD” Yogyakarta Sutoro Eko.  

Diskusi dengan peserta terbatas ini juga diikuti beberapa teman SD, SMP, dan sepermainan Arie di desa. Selain secara langsung, interaksi juga disiarkan melalui akun Facebook Sanggar Maos Tradisi. Publik pun memiliki kesempatan berinteraksi.

Arie mengatakan bahwa peluncuran buku sengaja dilakukan di kampung halamannya. Selain untuk pulang kampung, juga sebagai bentuk penghargaan terhadap masyarakat desa. Sebab, desa dinyatakan sebagai kekuatan dan pilar demokrasi kewarganegaraan di tingkat lokal yang kaya keragaman tradisi.

“Jika sebelumnya desa hanya jadi objek pembangunan, kini desa harus mandiri dan menjadi subjek,” kata inisiator Undang-Undang Desa itu.

BACA JUGA: Mereka yang Gugur di Tengah Pesta Demokrasi

Arie punya perhatian atas pemberdayaan desa. Selain mengajar di almamaternya, Fisipol UGM Yogyakarta, doktor sosiologi politik itu juga menjadi peneliti senior di Institute for Research and Empowerment (IRE), lembaga penelitian dan pemberdayaan masyarakat. “Meski demikian, ia tetap sosok yang low profile,” kata Tarwoko, teman sepermainan Arie Sujito di kampung. Menurut dia, sejak kecil Arie dikenal sebagai siswa berbakat. “Suka humor dan banyak teman,” katanya.  

Beberapa tokoh memberikan kutipan pesan dan kesan di dalam buku kumpulan esai tersebut termasuk ekonom Faisal Basri dan pegiat pluralisme yang juga putri Gus Dur, Alissa Wahid.

Faisal mengatakan buku itu mengingatkan khalayak tentang ancaman terhadap demokrasi masih kasat mata. Menurutnya, Arie mengingatkan kita agar terus memperjuangkan kedaulatan rakyat. “Mas Jito tidak hanya mengamati dengan cemas, tetapi juga turun gunung. Ia tak pernah lelah dan jemu,” katanya.  

BACA JUGA: Pegiat Demokrasi Kecam Penangkapan Robertus Robet

Bersama Arie dan sejumlah aktivis reformasi 1998 seperti Budiman Sudjatmiko dan Faisol Reza, Faisal pernah mendirikan Pergerakan Indonesia (PI) pada 2004. Ormas kerakyatan itu memiliki cabang di 15 provinsi di Indonesia. Lewat organisasi itu, Arie yang mengidolakan sosok dan pemikiran Presiden RI ke-4 KH.Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memperjuangkan isu strategis prorakyat di tingkat nasional. 

Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid, mengatakan Gus Dur pernah berkata tugas kaum intelektual adalah menjadi jembatan antara kondisi rakyat saat ini dan masa depan yang dicita-citakan. Karena itu, kaum intelektual tak boleh jauh dari realitas rakyat dan asyik masyuk dengan hanya pada ranah diskursus pemikiran.  

“Arie Sujito adalah salah satu intelektual yang diidealkan Gus Dur. Ia piawai meramu nalar kritis dengan aksi nyata mendorong perubahan,” kata puteri pertama Gus Dur itu.