Logo

Warung Kopi sebagai Media Diskusi dan Pembelajaran Politik

Obrolan Kecil di Warung Kopi Bisa Melahirkan Gagasan Perubahan Besar
Reporter:,Editor:

Sabtu, 18 January 2020 14:40 UTC

Warung Kopi sebagai Media Diskusi dan Pembelajaran Politik

KOPI DAN POLITIK. Sosiolog UGM, Arie Sujito, dan dosen FIB Unair, Listiyono Santoso, dalam diskusi "Refleksi dan Tantangan Politik 2020" di Surabaya, Sabtu, 18 Januari 2020. Foto: Baehaqi Almutoif

JATIMNET.COM, Surabaya - Kopi dan politik mungkin dua hal yang berbeda. Tetapi warung kopi bisa menjadikan keduanya menyatu. 

Sosiolog Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Arie Sujito, mengatakan tren warung kopi sebagai pusat pembelajaran politik non formal muncul dan terus berkembang seiring menjamurnya warung kopi. Banyak orang, mulai remaja hingga dewasa berkumpul, berbincang, dan berdiskusi segala hal tentang kehidupan di warung kopi termasuk masalah politik.

"Anda bisa lihat, di sanalah sekarang orang berdiskusi dan memberi makna atas peristiwa yang berkembang, termasuk politik," ujar Arie dalam diskusi “Refleksi dan Tantangan Politik 2020” di Pujasera AJBS Surabaya, Sabtu, 18 Januari 2020. 

BACA JUGA: Sekelompok Santri di Jatim Deklarasi Golput

Arie sendiri sudah lama bergelut dengan warung, kopi, dan politik. Bahkan pokok pikirannya tentang itu sudah ia tuangkan dalam buku berjudul “Secangkir Politik”. Buku setebal 111 halaman ini merekam refleksi perkembangan demokrasi khususnya pada tahun politik 2019.

Menurut dosen Departemen Sosiologi FISIP UGM itu, secangkir politik merupakan metafora, betapa tradisi ngopi bisa ditemui di banyak daerah di Indonesia. Dari Aceh hingga Makassar. "Apalagi di Surabaya ini, warkop ada di mana-mana," katanya. 

Sembari menikmati secangkir kopi, orang memperbincangkan banyak hal. Perkara politik yang rumit sekalipun ternyata bisa dikomunikasikan dengan cara ringan dan elegan. "Dalam interpretasi lebih luas itulah bagian dari counter discourse. Ada yang menyebut, panggung politik formal itu hanya basa-basi. Tapi yang informal itu bloko sutho (terus terang)," tuturnya.

BACA JUGA: Sepuluh Cara Menyuguhkan Kopi di Nusantara

Sementara itu, dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Listiyono Santoso, mengatakan warung kopi merupakan tempat obrolan yang penuh imajinasi.

Bukan tak mungkin, kata dia, dari obrolan pinggiran di warung kopi, lahir gagasan besar tentang perubahan. Indonesia dibangun dari komunitas-komunitas kecil kaum terpelajar yang menyatukan gagasan tentang negara. 

"Maka, penuhilah ruang publik dengan imajinasi yang berkualitas dan jangan lupa berjejaringlah," katanya.