Minggu, 06 December 2020 23:40 UTC
SEPAK BOLA: Para pemain sepak bola amputasi –dengan tangan atau kaki satu- dari tiga kabupaten, saat berlaga di Jember, Jawa Timur, Minggu 6 Desember 2020. Foto: Faizin
JATIMNET.COM, Jember – Sorak sorai bergumeruh di sebuah lapangan sepak bola mini yang ada di Desa Jubung, Kecamatan Sukorambi, Jember, pada Minggu 6 Desember 2020 sore. Di lapangan semi futsal dengan atap terbuka pada sore itu sedang tersaji pertandingan sepak bola dari dua tim.
Bukan olahraga biasa, karena yang dipertandingkan adalah sepak bola amputasi. Yakni pemain dengan kondisi kaki atau tangan teramputasi salah satunya
“Karena ini memang pertandingan pertama kalinya di Jember dan tingkat Jawa Timur. Semangat teman-teman disabilitas cukup tinggi,” ujar Rixhi Saputra, pelatih Perkumpulan Sepak Bola Amputasi Djember (Persaid), yang mengadakan pertandingan.
Sebagai tuan rumah, ajang ini juga dijadikan semacam pemanasan bagi Persiad yang akan bertanding di even nasional, Piala Gubernur DKI Jakarta pada pertengahan 2021 mendatang. Karena itu, mereka mengundang tim sepak bola amputasi dari daerah lain di Jawa Timur untuk sparing partner.
BACA JUGA: Jaga Kesehatan di Masa Pandemi, Komunitas Ajak Difabel Kursi Roda Berlari Bersama
Namun, karena sepak bola amputasi tergolong masih amat baru, hanya ada dua kota yang “meladeni” undangan Persaid. Yakni Lumajang dan Banyuwangi. “Kita satu-satunya tim dari Jawa Timur yang berangkat dalam Piala Gubernur DKI Jakarta 2021. Jadi otomatis kita membawa nama Jember sekaligus Jawa Timur,” papar Rixhi.
Sebagai forum atau klub yang mewadahi sepak bola amputasi di Jember, Persaid juga baru berkiprah satu tahun terakhir. Nama Persaid juga merujuk pada nama Persid, klub sepak bola tertua di Jember. “Nama Jember di akhir akronim, memakai ejaan lama, Djember. Sama seperti Persid. Jadi kita seperti bersainglah,” ujar Rixhi yang juga pernah menjadi pemain dan asisten pelatih Persid sembari bercanda.
Di tingkat nasional, geliat sepak bola amputasi juga masih sangat baru. Hal ini seiring dengan terbentuknya Indonesia Amputee Footbal (Inaf) –PSSInya sepak bola amputasi. Sejak tahun 2018, Inaf telah membentuk timnas sepak bola amputasi dan sudah dua kali mengirim tim untuk bertanding di tingkat Asia.
“Di Asia Tenggara, hanya Indonesia, Singapura dan Malaysia yang memiliki Timnas Sepak Bola Amputasi. Kalau di Asia, baru 7 negara. Dan selama dua tahun terakhir, Indonesia selalu juara di Asia Tenggara. Sehingga itu yang memotivasi teman-teman disabilitas di daerah untuk menggerakkan sepak bola amputasi,” ujar Rixhi yang selama ini juga aktif dalam kegiatan advokasi pendampingan hak-hak disabilitas.
BACA JUGA: Di Balik Pelatihan Usaha Kopi Disabilitas, Perkaya Kesempatan Kerja
Sepak bola Amputasi, lanjut Rixhi, pada dasarnya memiliki aturan yang sama dengan sepak bola pada umumnya, dengan kecenderungan mengarah pada futsal. “Perbedaan yang paling mendasar, jika ada pemain yang dianggap sengaja menyentuh atau mengarahkan bola ke kruk pemain yang lain, maka itu dianggap sebagai pelanggaran setara dengan handsball,” jelas Rixhi.
Sebagai pelatih sepak bola amputasi, Rixhi juga memperhatikan resiko dari setiap anak asuhnya. “Mereka pada umumnya menggunakan kruk bahu. Padahal, yang direkomendasi adalah kruk siku, karena lebih aman,” jelas alumnus Antropologi UGM ini.
Penggunaan kruk bahu pada olahraga amputasi selain bisa mendorong perubahan syaraf, juga berpotensi menimbulkan dislokasi tulang bahu. Terkait hal itu, Rixhi mengaku sudah berupaya untuk mengajukan permohonan bantuan kepada Pemkab Jember. “Sudah sejak jauh hari sebelum Pilkada. Tetapi belum ada respon,” kata Rixhi.
Dispora Jember, lanjut Rixhi memang pernah membantu sepak bola amputasi dengan memberikan 4 butir bola. Namun, ia bersyukur karena bantuan lain justru datang dari kelangan swasta, khususnya para pemain sepak bola nasional. Diantaranya tiga pemain timnas asal Jember, yakni Bayu Gatra, Rizky Dwi Febrianto dan Slamet Nurcahyo (Madura United).
BACA JUGA: Asah Literasi dan Kreativitas Anak Disabilitas Lewat Kelas Menulis dan Mendongeng
“Kemarin I Made Wirawan (kiper Persib Bandung) memberikan sarung tangan untuk kiper. Juga bantuan dari Cakra Yudha (Sriwijaya FC). Secara finansial kita memang masih harus berjuang sendiri. Dan kita bersyukur dapat dukungan dari pemain nasional yang itu menjadi energi bagi pengembangan sepak bola amputasi di Jawa Timur,” papar Rixhi.
Selain amputasi kaki, pertandingan juga diikuti oleh amputasi tangan. “Untuk yang amputasi tangan, kita jadikan kiper,” tambah Eko Purwanto, panitia pertandingan dari Persaid saat ditemui di kesempatan yang sama.
Terkait minimnya dukungan dari pemerintah, Anto –sapaan karib Eko Purwanto- memakluminya. “Karena sepak bola amputasi ini masih baru dan masih dalam tahap pengenalan,” papar Anto yang juga disabilitas kaki.
Dengan terus melakukan sosialisasi, Anto berharap sepak bola amputasi bisa semakin dikenal di masyarakat serta mendapat dukungan dari pemerintah. “Ya harapan kita bisa menggelar pertandingan setidaknya dua kali dalam setahun. Kita juga mendorong terbentuknya sepak bola amputasi di daerah-daerah lain,” papar Anto yang juga menjadi Sekretaris Disabilitas Motor Indonesia (DMI) Jember ini.
BACA JUGA: Peringatan HAN di Tengah Pandemi, Tak Surutkan Anak-anak Disabilitas Berkreativitas
Selama beberapa bulan terakhir, Persaid blusukan mencari disabilitas amputasi kaki dan tangan untuk ikut bergabung dalam tim sepak bola amputasi. Dari 31 kecamatan di Jember, Persaid sudah menjelajah ke 12 kecamatan diantaranya.
“Harapan kita bisa terkumpul sampai 21 pemain. Sehingga ada 3 formasi tim yang masing-masing terdiri dari 7 pemain termasuk satu kiper,” ujar Anto.
Melalui sepak bola, Persaid bertekad untuk mensosialisasikan misi inklusi kepada masyarakat. Yakni agar disabilitas bisa percaya diri untuk berkarya, serta diterima oleh masyarakat pada umumnya.
“Pesan yang ingin kita sampaikan adalah bahwa disabilitas juga memiliki kemampuan yang sama, meski dengan cara yang berbeda. Kita ingin tunjukkan bahwa sepak bola tidak hanya untuk mereka yang kakinya berfungsi semua,” pungkas Anto.