Jumat, 21 February 2020 06:30 UTC
DISABILITAS: Di Banyuwangi terdapat sekelompok anak muda yang menyandang disabilitas tunarungu mendapatkan pelatihan kopi. Foto : Ahmad Suudi
JATIMNET.COM, Banyuwangi - Tanpa mengucap sepatah kata, beberapa anak muda menggiling, menyeduh dan mengantarkan gelas kopi ke pemesanannya. Saat berkoordinasi, mereka menggunakan bahasa isyarat memanfaatkan gerak bibir, ekspresi wajah, pandangan mata dan gerak tubuh lainnya.
Novian Dharma Putra sibuk menjelaskan penggunaan mesin giling kopi, antara gilingan halus dan kasar, serta petunjuk merebus air dan menuangkannya ke dalam gelas. Hanya dia yang berucap yang kemudian diterjemahkan seorang juru bahasa isyarat kepada peserta pelatihan.
Kepada Jatimnet Novian mengatakan melatih usaha kafe kopi itu sebagai bagian socio preneurship dirinya. Dia berupaya membuka ruang bagi penyandang disabilitas tunarungu dan wicara dalam berwirausaha kopi.
"Alhamdulillah antusias mereka begitu semangat dan ada beberapa teman yang sudah bisa menyeduh kopi secara manual brew," kata Novian di kafenya, Motor Cafe (Moca) Coffee sebelah utara Makam Pahlawan Banyuwangi, Rabu 19 Februari 2020.
BACA JUGA: Disabilitas Butuh Fasilitas
Dia mengatakan penyandang tunarungu memiliki potensi menjadi pengusaha kopi atau barista profesional. Sekarang kesulitan yang dihadapinya masalah komunikasi hingga perlu dibantu seorang juru bahasa isyarat.
Via (19) peserta pelatihan asal Kecamatan Muncar, mengatakan senang mendapat pengalaman menyeduh kopi secara manual. Dia mengaku bersemangat ketika menunggu suhu air agar turun menjadi 90 derajat celsius untuk dituang ke gelas. "Yang paling sulit mengatur takaran kopi, air dan suhunya sebelum dituang ke gelas," kata Via dibantu juru bahasa isyarat.
Guru SDLB B Negeri Banyuwangi Muhammad Firdaus Alfian Krisna mengatakan penyandang disabilitas tunarungu sangat mudah meniru tutorial pelatihan. Tidak bisa mendengar, mereka lebih fokus menyimpan memori visual yang dilihat. "Mereka telaten, omes mengerjakan hal-hal kecil. Mereka juga lebih mudah meniru orang lain," kata Firdaus.
BACA JUGA: Arumi Sebut Penyandang Disabilitas Adalah Anak Istimewa
Yang harus diperhatikan penyandang tunarungu lebih sensitif sehingga mudah tersinggung atas perilaku yang menurut mereka melecehkan. Namun seiring proses tumbuh kembangnya, tingkat ketersinggungan itu akan menurun setelah dewasa.
Divisi Program dan Advokasi Yayasan Aura Lentera Banyuwangi Indah Catur Cahyaningtyas mengatakan program kolaborasi itu dinamakan Pelatihan Aura Moca. Tujuannya memperkaya pilihan kerja penyandang tunarungu dan mendampingi mereka membangun usaha sendiri.
Maka selain dikenalkan pada kopi dan cara pengolahannya, mereka diajak ke beberapa kafe, mengenal bisnis kopi, dan didorong mandiri membuka usaha kopi. Pihaknya memilih tema kopi karena ada Moca Coffee yang bisa melatih secara gratis, ramainya bisnis tersebut dan terinspirasi kafe Kopi Tuli di Bandung.
"Anak-anak difable di Indonesia difasilitasi pendidikan luar biasa, difasilitasi Dinsos dengan pendidikan macam-macam yang anggarannya luar biasa. Setelah itu bagaimana keberlanjutannya tidak ada pengawasan dan pendampingan. Kami ingin melakukan yang berbeda, melakukan asistensi sampai mereka mampu berusaha secara mandiri," kata Indah.
Saat ini pihaknya menjaring peserta tunarungu tanpa seleksi, yang sementara berjumlah belasan orang. Dia berharap di antara mereka akan berhasil membangun usaha kopi sendiri dan mandiri berkelanjutan.
Dia mengatakan pasar kerja dimanapun adalah tempat bersaing antar tenaga kerja, siapa yang lebih memiliki kemampuan dan keterampilan. Menurutnya penyandang tunarungu juga memiliki potensi untuk terserap di dunia kerja dengan keterampilan tertentu, misalnya barista kopi.
"Kami berusaha menambah khazanah kemampuan mereka selain jahit atau rias, tambal ban, tukang sapu. Bahwa usaha kuliner juga menarik," kata Indah.