Sabtu, 18 October 2025 08:00 UTC
Ilustrasi korban kekerasan. Foto: Freepik.com
JATIMNET.COM, Jombang – Seorang remaja putri di Kabupaten Jombang mengaku menjadi korban pelecehan seksual. Kejadiannya, ketika korban berusia 17 tahun ini berangkat ke sekolah, Kamis pagi, 16 Oktober 2025.
Saat itu, seperti biasa, pelajar ini berjalan kaki dari rumah menuju ke sekolah. Tiba-tiba, terduga pelaku berinisial E, warga Kebondalem, Kecamatan Bareng menawarkan diri untuk mengantar dengan mengendarai sepeda motor.
Tanpa rasa curiga, korban yang sudah mengenal E menerima tawaran itu. Di tengah perjalanan, niat jahat terduga pelaku mulai terlihat. Sebab, meminta korban menggantikannya menyetir sepeda motor dengan iming-iming uang Rp10 ribu.
Korban kembali menerima tawaran tersebut dengan membonceng E. "Setelah itu, ternyata ada niat buruk pelaku E dengan meremas bagian payudara korban," ungkap salah seorang guru korban yang enggan disebutkan namanya, Sabtu, 18 Oktober 2025.
BACA: Dilaporkan Karena Dugaan Pelecehan Seksual, Kades di Jombang Bakal ‘Serang’ Balik
Korban yang merasa dilecehkan langsung berteriak. Hingga akhirnya, korban segera menghentikan kendaraan, melompat, dan berlari ke arah sekolah sambil menangis tersedu-sedu.
"Kondisi korban trauma tidak mau berangkat sekolah. Hal ini membuat korban tidak ingin bersekolah," ungkap guru tersebut.
Atas peristiwa itu, kepala sekolah langsung menghubungi orang tua korban. Mereka bersama-sama melaporkan kejadian ini ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Jombang.
Keluarga korban telah menerima Surat Tanda Penerimaan Laporan (STPL) dan menunggu proses hukum lebih lanjut terhadap pelaku E.
Di surat tersebut tertulis kronologis kejadian yang dialami korban. Secara singkat menyebutkan bahwa tindakan tidak senonoh itu bermula dari tawaran seorang pria berinisial E, ayah teman korban untuk mengantar korban ke sekolah.
BACA: Santri jadi Korban Pelecehan Seksual Sejenis, Jasijo Buka Suara
Lantas, korban diminta menyetir dan saat itu terjadi perbuatan tidak senonoh tersebut. "Budal sekolah dinunuti bapak e kancane, lha kok diajak muter-muter. Terus areke mlayu, wingi wis lapor polisi," ucap seorang guru dalam bahasa Jawa.
Korban diketahui sehari-hari berangkat sekolah dengan berjalan kaki jika tidak ada yang mengantarnya, karena tidak memiliki kendaraan pribadi.
Sebelum bersekolah ia harus berjualan nasi bungkus di pasar, korban juga sebagai tulang punggung adik-adiknya karena kedua orang tuanya bekerja di luar kota.