Senin, 03 August 2020 11:20 UTC
DITAHAN. Kepala Desa non aktif Arif Rahman usai menjalani pemeriksaan resmi ditahan Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto. Karena diduga telah menyelewengkan dana normalisasi TKD. Foto: Karin
JATIMNET.COM, Mojokerto - Kepala Desa Lebak Jabung non aktif Arif Rahman ditahan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto. Diduga ia telah menyelewengkan dana normalisasi tanah kas desa (TKD) di Dusun Lebak.
Penahanan tersangka sempat terjadi ketegangan, lantaran massa pendukung dari kepala desa lebih memilih bertahan berada di depan kantor kejaksaan. Mereka minta kepala desa-nya dibebaskan, tidak dilakukan penahanan. Namun, setelah melakukan negoisasi yang dilakukan pihak kepolisian, warga akhirnya berkenan dan membubarkan diri begitu mendapatkan penjelasan.
Penetapan tersangkan sejak tanggal 28 Mei 2020 untuk melakukan penahanan sudah memenuhi unsur. Seperti tidak diketahui klausul perjanjiannya itu seperti apa? Antara pihak tersangka Arif Rahman dengan pengusaha yang digandengnya untuk melakukan pengerjaan normalisasi TKD.
Di samping itu, uang normalisasi tidak dimasukkan ke nomor rekening kas desa. Melainkan dibagi kepada warga atau masyarakat, dan sebagian lagi dipergunakan untuk kepentingan kepala desa sendiri.
BACA JUGA: Tolak Kriminalisasi Kepala Desa, Warga Mojokerto Demo Kantor Kejari
“Kita lakukan penahanan selama dua puluh hari ke depan. Penahanannya dilakukan di Polres Mojokerto,” kata Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Kabupaten Mojokerto, Agus Hariyono, Senin 3 Agustus 2020.
Dugaan penyelewengan dilakukan Kepala Desa non aktif Arif Rahman ini adalah ia menerima uang sebesar Rp 2 miliar. Kemudian uang normalisasi diterimanya dibagi, ada yang diberikan untuk bantuan membangun musala dan Paud
Ada juga yang diberikan ke masyarakat sebagai bentuk kompensasi. Masing-masing warga yang menerima berusia 17 atau ber KTP Desa Lebak Jabung dengan mendapatkan uang sebesar Rp 500 ribu per orang.
BACA JUGA: Bantah Klaim Bupati Jember, Kejaksaan Justru Soroti Penggunaan Anggaran Covid-19
Totalnya diperkirakan mencapai Rp 730 juta, atau sekitar 1400 sekian orang yang menerima kompensasi. Namun dari dana TKD yang diterimanya itu, ada sekitar Rp 400juta yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Hal itu diketahui setelah dilakukan audit.
“Kasus ini sebenarnya sudah lama, dilaporkan Desember tahun 2019. Dilakukan penyelidikan dan penyidikan, baru bulan Mei 2020 ditetapkan tersangka dan sekarang dilakukan penahanan setelah memenuhi unsurnya,” katanya.
Sementara, Anshorul Huda kuasa hukum dari tersangka Arif Rahman mengaku pihaknya mengikuti koridor hukum yang berlaku. Meski begitu, akan melakukan langkah hukum dengan mengajukan penangguhan penahanan. "Kita akan melakukan pengajuan permohonan penangguhan. Dengan meminta pihak keluarga dan seluruh warga sebagai penjamin," katanya.
