Logo

Rekrutmen PPPK Paruh Waktu Nakes Puskesmas di Sampang Disoal

,

Selasa, 23 September 2025 07:00 UTC

Rekrutmen PPPK Paruh Waktu Nakes Puskesmas di Sampang Disoal

Puluhan tenaga kesehatan puskesmas saat melakukan audiensi dengan anggota DPRD Sampang, Senin, 22 September 2025. Foto: Zainal Abidin.

JATIMNET.COM, Sampang - Pengusulan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu tahun 2025 di lingkup Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sampang dipersoalkan.

Sejumlah tenaga kesehatan (nakes) di puskesmas yang merasa memenuhi syarat, seperti masa pengabdian 10 tahun, ternyata tidak terakomodasi menjadi PPPK. Namun, justru mereka yang masa pengabdiannya kurang dari 10 tahun melenggang menjadi aparatur sipil Negara (ASN)

Penyebabnya, diduga kuat karena perbedaan pilihan politik pada Pilkada 2024. Pengondisian ini disinyalir karena adanya intervensi oknum pimpinan DPRD Sampang.

BACA: Tenaga Non-ASN Pemkot Mojokerto Bakal Diusulkan Masuk PPPK Paruh Waktu

Hendri Sugianto (33), seorang nakes di Puskesmas Batulenger, Kecamatan Sokobanah mengaku kecewa karena gagal diangkat menjadi PPPK paruh waktu.

"Informasi yang kami dapat, Dinas Kesehatan mendapat intervensi dari oknum pimpinan DPRD. Bahkan, setiap kepala puskesmas diancam akan dicopot dari jabatannya jika tetap mengusulkan,” ujarnya, Selasa, 23 September 2025.  

“Ada enam orang dari Puskesmas Batulenger yang dijegal agar tidak masuk dalam usulan PPPK paruh waktu. Perintah itu diberikan oleh oknum pimpinan DPRD Sampang," lanjut Hendri.

Ia menambahkan, nasib serupa juga dialami oleh 35 nakes lain dari Puskesmas Batulenger, Puskesmas Robatal, Puskesmas Kedungdung, Puskesmas Bringkoneng, dan Puskesmas Karang Penang.

"Tidak ada alasan jelas, kami hanya dipanggil kepala puskesmas dan diberi tahu bahwa ada perintah untuk mengeluarkan nama kami dari usulan PPPK. Alasannya karena politik," imbuhnya.

BACA: Seleksi PPPK, Pemkot Madiun Terima 466 Formasi Nakes dan Guru

Menurut Hendri, salah seorang pejabat di lingkungan Dinkes Sampang sempat menyampaikan secara terbuka tentang intervensi pimpinan DPRD yang diduga menjadi sumber permasalahan.

"Iya, kami diancam akan dikeluarkan dari puskesmas hanya gara-gara beda pilihan saat pilkada kemarin. Padahal, saya sudah 10 tahun mengabdi, dan tidak pernah jadi tim sukses dari calon tertentu. Yang terjun langsung soal politik itu sepupu saya, tapi kami yang dijadikan korban," tegasnya.

Lebih lanjut, ia mengaku kecewa karena pengabdiannya selama satu dekade justru kalah dengan orang-orang yang baru empat tahun bekerja. Namun, langsung masuk daftar usulan PPPK paruh waktu.

"Gaji kami sebagai pegawai BLUD hanya Rp350 ribu, dipotong lagi untuk BPJS setiap bulan. Bahkan saat awal masuk, selama tujuh bulan kami tidak digaji sama sekali. Tapi ketika ada kesempatan untuk PPPK paruh waktu, justru data kami hilang di Dinkes," ungkapnya.

BACA: 69 PPPK Dilantik Pemkab Mojokerto, Gus Bupati: Integritas Modal Utama

Hendri menilai kebijakan diskriminatif ini bentuk ketidakadilan yang mencederai semangat pengabdian nakes.

"Yang tidak punya akses kalah sama yang punya akses, meski baru bekerja. Kami hanya dijadikan korban politik," pungkasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Sampang Mohammad Iqbal Fatoni mengaku sudah mendapat laporan terkait proses rekrutmen PPPK dari kalangan tenaga kesehatan yang dinilai janggal.

"Dari hasil konfrontasi dengan kepala puskesmas, ternyata memang ada indikasi intervensi dari atas. Kami akan tindaklanjuti permasalahan ini," kata Politikus PPP itu.