Logo

Ramalan Bencana Hidrometeorologi BMKG di Jatim Berpotensi Tsunami Pertanda Harus Siaga

Reporter:,Editor:

Jumat, 04 June 2021 01:40 UTC

Ramalan Bencana Hidrometeorologi BMKG di Jatim Berpotensi Tsunami Pertanda Harus Siaga

Grafik kejadian gempa bumi di Indonesia oleh BMKG tahun 2021 menunjukkan jumlah kejadian gempa yang tinggi.

JATIMNET.COM, Surabaya - Akhir bulan lalu, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengumumkan hasil pemodelan matematis yang dilakukannya, guna memprediksi gempa dan tsunami terkuat dan terbesar yang mungkin menerpa Jawa Timur.

Hasilnya, gempa yang berpotensi mengguncang Jawa Timur adalah sekuat Magnitudo (M) 8,7 dan sangat mungkin diikuti tsunami setinggi 29 meter maksimal.

Melihat hal tersebut, Dr Ir Amien Widodo, pakar geologi ITS turut buka suara menanggapi. Menurutnya, pemodelan yang dilakukan BMKG merupakan langkah awal yang tepat.

Mengingat daerah Jawa Timur terbentuk karena adanya tumbukan lempeng Eurasia dan Indo-Australia, sehingga menjadi suatu keharusan untuk meneliti bab kegempaan di Jawa Timur.

Baca Juga: PMI Banyuwangi Selesaikan Renovasi Rumah Tahan Gempa

Pasalnya, BMKG bukan tanpa alasan menyebutkan skenario terburuk yang mungkin menimpa. “Pemodelan ini menunjukkan worst scenario kemudian diumumkan, karena dalam lima bulan terakhir diketahui frekuensi gempa yang terjadi di Jawa Timur sangat tinggi,” kata dosen Departemen Teknik Geofisika itu.

Menurutnya, tingginya intensitas terjadinya gempa ini patut dicurigai. Pasalnya, sangat jauh perbedaan frekuensi tahun 2005 lalu dengan tahun sekarang ini. “Sementara itu, di lima bulan terakhir ini gempa yang terekam selalu lebih dari 500 kejadian per bulan,” ia menjelaskan.

Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita jauh lebih waspada. Terlebih lagi, tumbukan lempeng yang menyusun Jawa Timur ini panjangnya sekitar 250 - 300 kilometer.

Hal itu menunjukkan gempa sangat mungkin terjadi di berbagai titik, di wilayah yang ada di sekitar zona subduksi, yakni zona tempat terjadinya tumbukan itu.

Baca Juga: Gempa Dikira akibat Bom, Pengunjung Sunrise Mall Mojokerto Berlarian Keluar  

“Jika sewajarnya intensitas gempa di setiap titik zona subduksi adalah sama, tetapi ditemukan zona dengan gap seismic, artinya ada kemungkinan lempengan terkunci dan akan lepas sewaktu-waktu,” ia memaparkan.

Di Indonesia, zona dengan gap seismic ditandai di sembilan wilayah dari Sabang sampai Merauke. Salah satunya ada di Jawa Timur dekat dengan pulau Bali.

Jika daerah yang diperkirakan sedang mengalami kuncian antar lempengnya pada akhirnya lepas dan menyebabkan gempa yang besar, dihitung akan ada waktu 20 sampai 25 menit untuk air mencapai daratan.

“Belum lagi, jika gempa yang terjadi berkekuatan M 8,7, akan mendorong sesar-sesar di Jawa Timur sehingga tereaktivasi,” ia menekankan.

Baca Juga: Pasca Gempa Malang, Warga Diimbau Tetap Waspada

Sesar yang tereaktivasi akan dapat menyebabkan gempa-gempa lain yang akibat dislokasi. Sedangkan, sesar-sesar tersebut melewati wilayah padat penduduk, seperti Banyuwangi, Probolinggo, Pasuruan, dan Surabaya.

Meskipun berkekuatan kecil, jika terjadi di daerah perkotaan maka akan sama membahayakannya. Amien menegaskan, gempa sejatinya tidak membunuh, tetapi dapat memicu likuifaksi, amplifikasi, longsor, dan tsunami, serta kerusakan pada infrastruktur. Maka dari itu, sangat ditekankan oleh Amien, supaya masyarakat kenal dengan macam bencana dan mitigasinya.

Bukan hanya gempa, melainkan juga prediksi tsunami dengan ketinggian 29 meter merupakan sesuatu yang sebaiknya diketahui lebih awal. “Penting edukasi terkait mitigasi yang dikenal dengan semboyan 20-20-20,” ia mengingatkan.

Hal itu supaya jika terjadi gempa terasa selama 20 detik, tanpa perlu menunggu air surut, segera menuju ke tempat dengan ketinggian minimal 20 meter, karena waktu yang ada hanya sekitar 20 menit.

Jika edukasi terkait kebencanaan dan mitigasinya digencarkan, maka akan besar peluang untuk mengurangi jumlah korban jiwa akibat bencana hidrometeorologi seperti gempa dan tsunami. “Sembari melengkapi daerah dengan jalur evakuasi, kita harus mau mengedukasi diri agar siap siaga bermitigasi ketika bencana terjadi,” ia memungkasi