Jumat, 09 October 2020 02:00 UTC
MEREDA. Ratusan mahasiswa PMII, GMNI, dan HMI duduk di Jalan Gajah Mada depan Pemkot dan DPRD Kota Mojokerto bersama kepolisian dan pimpinan DPRD setempat dalam aksi demo menolak UU Cipta Kerja, Kamis sore, 8 Oktober 2020. Foto: Karina Norhadini
JATIMNET.COM, Mojokerto – Ketua DPRD Kota Mojokerto Sunarto berharap gelombang aksi protes pengesahan UU Cipta Kerja yang dilakukan masyarakat terutama buruh dan mahasiswa tidak sampai jadi tragedi seperti tahun 1998 termasuk penculikan pada sejumlah aktivis buruh dan mahasiswa.
"Jangan seperti ‘98, banyak yang hilang. Ini harapan teman-teman jangan sampai terjadi. Kalau di Kota Mojokerto saya rasa kondusif. Semoga hari Selasa atau Rabu depan sudah ada jawaban," kata Sunarto usai menandatangani enam tuntutan mahasiswa, Kamis, 8 Oktober 2020.
Sunarto menandatangani enam tuntutan mahasiwa tersebut yang intinya menolak UU Cipta Kerja karena mengandung beberapa ketentuan yang dianggap merugikan kepentingan publik baik di bidang ketenagakerjaan, tata ruang, investasi, dan keberlangsungan lingkungan hidup.
BACA JUGA: Ketua DPRD Gresik: UU Cipta Kerja Bisa Ditinjau Ulang
"Kita di daerah menyampaikan informasi teman-teman mahasiswa tadi. Prosedurnya kita punya lembaga yang lebih tinggi, jadi itu pasti kita sampaikan aspirasi ini. Sekalian yang dituju tadi arahnya ke Presiden," ucap Sunarto.
Ia berjanji akan segera menindaklanjuti nota kesepakatan yang ditandatangani dirinya bersama tiga aliansi mahasiswa yakni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI).
Rencananya Senin, 12 Oktober 2020, DPRD Kota Mojokerto akan mengirim surat ke DPRI sebagai tindak lanjut atas tuntutan mahasiswa di Mojokerto.
"Enggak mungkin menolak, kita wakil dari rakyat, sementara rakyat Mojokerto punya enam aspirasi ini. Di antaranya bersama-sama dengan aliansi mahasiswa dan rakyat Mojokerto untuk diadakan judicial review Omnibus Law ini," katanya.
Sementara itu, ratusan mahasiswa yang bertahan dan memblokade Jalan Gajah Mada di depan gedung DPRD dan Pemkot Mojokerto, Kamis petang akhirnya membubarkan diri setelah Ketua DPRD setempat memenuhi tuntutan mahasiswa.
BACA JUGA: Ketua DPRD Bondowoso Tolak UU Cipta Kerja, Mahasiswa Lantunkan Salawat Asyghil
"Kami menyampaikan kepada DPR karena DPR lebih ke oligarki (menguntungkan kelompok tertentu) daripada masyarakat. Terlebih di isu lokal Mojokerto ada banyak pertambangan,” kata Ketua PC PMII Mojokerto Ikhwanul Qirom.
Salah satu ketentuan yang dipersoalkan adalah mengenai perizinan dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) bidang pertambangan.
Ia menambahkan akan tetap mengawal isu lokal yang telah lama terjadi dan menolak UU Cipta Kerja yang dianggap sejumlah aturan di dalamnya tidak adil bagi masyarakat termasuk buruh meski di sisi lain mempermudah investasi.
