Logo

Penyebab Tak Akurnya Dewan Kesenian Surabaya dan Pemkot Surabaya

Reporter:,Editor:

Sabtu, 04 January 2020 08:30 UTC

Penyebab Tak Akurnya Dewan Kesenian Surabaya dan Pemkot Surabaya

POLEMIK DKS. Ketua DKS Chrisman Hadi (kemeja putih). Foto: Istimewa

JATIMNET.COM, Surabaya – Ketua Dewan Kesenian Surabaya (DKS) terpilih periode 2020-2025 Chrisman Hadi menanggapi pernyataan Pemkot Surabaya yang diwaliki Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Antiek Sugiharti.

Chrisman membantah jika ia tak menjalankan aturan organisasi sebagaimana anggapan pemkot yang tidak dilibatkan dalam musyawarah pergantian pimpinan DKS.

"Selama ini memang banyak persepsi (pada) saya ini (yang) katanya mengkritik, tidak mesra dengan pemerintah kota. Itu tidak sebenarnya. Jadi, kenapa kami mengambil sikap anggaran yang diberikan per triwulan Rp22,5 juta itu tidak kami ambil selama lima tahun itu sebagai bentuk pengiling (pengingat) lah," katanya, Jum’at, 3 Januari 2020.

BACA JUGA: Chrisman Hadi Advokat Independen Kembali Pimpin Dewan Kesenian Surabaya

Menurut Chrisman, anggaran yang dialokasikan pemkot untuk kegiatan DKS terlalu kecil. Menurutnya, Surabaya ini kota terbesar kedua di Indonesia dan sudah sepatutnya mendapatkan anggaran setengah dari anggaran Dewan Kesenian Jakarta (DKJ).

"Jadi misalnya Dewan Kesenian Jakarta itu per tahun dianggarkan oleh pemerintah DKI Rp17 miliar, Surabaya setidak-tidaknya harusnya separuhnya. Masak pemerintah kota (Surabaya) dengan APBD Rp9 triliun hanya memberikan anggaran segitu,” katanya.

Ia berharap ke depan ada kordinasi yang lebih baik antara DKS, Pemkot, dan DPRD Kota Surabaya. "Mudah-mudahan ke depan kita bisa lebih bicara dengan pemerintah kota dan juga DPR, supaya ikut bergayung sambut dan punya pemahaman yang utuh bahwa seni itu bukan barang remeh,” katanya.

Menurutnya, seni dan kesenian itu adalah identitas dan martabat sebuah kota. “Jadi, kalau pemerintah kota tidak memahami itu maka kesenian itu dianggap bukan barang serius, melainkan hanya dianggap ornamen saja. Padahal kesenian itu bukan ornamen, itu adalah jantungnya kota. Makanya perlu diberikan anggaran yang layak," ujar pria yang juga berprofesi sebagai advokat ini.

Sebelumnya, Pemkot Surabaya melalui Disbudpar meminta DKS menjalankan organisasi sesuai ketentuan yang berlaku.

BACA JUGA: Tak Akur, Pemkot Minta Dewan Kesenian Surabaya Taat Aturan

DKS adalah lembaga kesenian yang dibentuk melalui proses musyawarah para seniman dan budayawan Surabaya dan dikukuhkan oleh Pemkot Surabaya berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 5A Tahun 1993.

DKS juga badan yang langsung berada di bawah dan bertanggungjawab kepada kepala daerah dalam menentukan kebijakan pembinaan dan mengembangkan seni dan budaya.

DKS terdiri dari tiga unsur yakni Badan Pekerja Harian (BPH), anggota pleno dan Ex-officio sesuai petunjuk pelaksanaan Instruksi Mendagri tersebut.

"Sebagai anggota pleno dan ex-officio yang merupakan anggota DKS, ternyata (kami) tidak pernah difungsikan termasuk saat musyawarah tidak dilibatkan sama sekali," kata Kepala Disbudpar Kota Surabaya Antiek Sugiharti. Pernyataan ini menanggapi hasil musyawarah DKS yang memilih Chrisman Hadi sebagai Ketua DKS periode 2020-2025.