Logo

Pentingnya Pemberitaan Ramah Anak, Hindari Dampak Trauma Anak

Reporter:,Editor:

Selasa, 28 June 2022 05:40 UTC

Pentingnya Pemberitaan Ramah Anak, Hindari Dampak Trauma Anak

Suasana sosialisasi Pemberitaan Ramah Anak yang dilakukan oleh Dinas Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Kabupaten Gresik. Foto: Agus Salim.

JATIMNET.COM, Gresik - Tidak sedikit kasus kekerasan terhadap anak terus meningkat dan menjadi konsumsi media, untuk itu diperlukan pemberitaan ramah anak sesuai ketentuan dan kode etik. Sebab dampak berita negatif akan mempengaruhi masa depan anak, dimana sangat penting melindungi anak dari dampak pemberitaan yang terekam jejaknya hingga anak jadi dewasa.

Wahyu Kuncoro, Bidang Pendidikan PWI Jatim sebagai narasumber sosialisasi "Pemberitaan  Ramah Anak" oleh Dinas KB PP PA Gresik menekankan pentingnya etika penulisan berita.  Etika yang dimaksud adalah produk jurnalis, duraikanya wartawan tidak boleh sembarangan menuliskan identitas seorang anak yang terlibat dalam suatu kasus.

"Aturan ini sudah ada dalam Pedoman Pemberitaan Ramah Anak yang diatur dalam Peraturan Dewan Pers No 1 Tahun 2019. Di dalam pedoman ini, dijelaskan bagaimana cara seorang jurnalis meliput kasus yang melibatkan anak-anak," katanya, Selasa 28 Juni 2022.

Dikatakan Wahyu, forum semacam ini penting agar semua memahami, duduk bersama menjadi penting karena banyak pihak ikut bertanggungjawab atas masadepan anak. "Problem kita hari ini adalah berhadapan dengam medsos. Kalau wartawan ada aturanya jelas. Medsos jika melanggar bisa dijerat dengan UU ITE ," ujarnya.

Baca Juga: Kasus Kekerasan Anak di Lamongan Meningkat

Sementara, Muhammad Zaini  peserta dari Komunitas Wartawan Gresik menyebut hal yang menjadi atensi adalah penegakan pelanggaran Undang-Undang ITE. Disebabkan banyak dengan mudah konten yang menyebar tanpa filter dan menjadi konsumsi masyarakat, padahal apa yang di upload dimedsos sangat dekat dengan pelanggaran.

"Misalnya, penyebar CCTV kasus anak di Desa Meriyunan Kecamayan Sidayu yang tersebar luas di media sosial (medsos). Pelaku atau penyebarnya harus diproses hukum oleh aparat penegak hukum (APH)," katanya.

Dengan menyebarkan video diatas  menggunakan medsos sudah sesuai Pasal 32 UU ITE, kebangakan masyarakat belum mengetahui hal tersebut, dan ini menjadi persoalan. "APH jangan hanya menindak pelaku pelecehan secara fisiknya saja. Karena penyebar videonya termasuk melakukan teror pesikisnya anak. Mereka harus ditindak," lanjut nya.

Baca Juga: Pemkab Gresik Dorong Pencegahan Kekerasan Anak dan Perempuan di Tengah Pandemi

Senada ditegaskan Syuhud Alman Faluty Ketua Komunitas Wartawan Gresik (KWG), kasus-kasus yang melibatkan anak harus ada peran aktif dari Aparat Penegak Hukum (APH). "Kadang pelakunya berduit juga kendala tersendiri. Makanya diskusi semacam ini butuh menghadirkan dan melibatkan APH. Agar kasus yang menimpa anak benar terlindungi secara psikologis maupun fisiknya," ujarnya.

Sebab, harus dipahami yang disebut produk jurnalistik melalui tahapan tahapan salah satunya kode etik dan produk pewarta warga yang dengan mudah mengupload di media sosial. Sebahai catatan, sesuai aturan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, media massa turut serta memberikan perlindungan bagi anak.

"Kami yakin teman-teman di KWG sudah tertib dan sudah memahami aturan tentang pemberitaan perempuan dan anak. Karena anggota di KWG sudah mengikuti Uji Kompetensi di Dewan Pers," pungkasnya.