Logo

Penjualan Menurun, Petani Kopi Petik Merah di Banyuwangi Simpan Hasil Panen

Tak Jual Kopi ke Tengkulak karena Murah
Reporter:,Editor:

Kamis, 17 September 2020 23:00 UTC

Penjualan Menurun, Petani Kopi Petik Merah di Banyuwangi Simpan Hasil Panen

PANEN KOPI. Pemetik kopi kebun warga di Desa Telemung, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi, memilih biji-biji kopi berwarna merah yang sudah masak, Kamis 17 September 2020. Foto: Ahmad Suudi

JATIMNET.COM, Banyuwangi – Petani kopi petik merah kesulitan menjual hasil panen mereka di tengah pembatasan aktivitas karena pandemi Covid-19. Daripada menjualnya ke tengkulak dengan harga murah, petani memilih menyimpan dahulu hasil panen mereka.

Seperti yang dilakukan Imam Mukhlis, petani kopi di Desa Telemung, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi, yang memiliki kebun kopi robusta seluas 15 hektar. Sejak tahun 2014, ia konsisten memetik buah kopi merah, menyortirnya, hingga menerapkan pengolahan pasca panen dengan cara honey process. Honey process adalah memisahkan biji kopi dari dagingnya namun menyisakan sedikit bagian dari daging kopi yang masih lengket di biji.

Penjualan biji kopi yang sudah masak (green coffee beans) 70 persen terserap kafe dan kedai kopi di Banyuwangi maupun luar daerah. Sisanya diolah dan dijual dalam bentuk minum langsung di kedai mereka atau dikemas sebagai oleh-oleh.

BACA JUGA: Permintaan Turun Akibat Covid-19, Harga Biji Kopi Anjlok 40 Persen

Pandemi yang menyebabkan pembatasan aktivitas memaksa hampir seluruh kafe dan kedai kopi di Banyuwangi tutup atau mengurangi jam operasional. Pengiriman kopi Imam ke Dubai 1 ton green beans per bulan juga terhenti karena pembatasan jasa pengangkutan barang di masa pandemi.

Hal itu menyebabkan penjualan hasil panen mereka yang rata-rata 8-10 ton green beans per tahun terkendala. Tak seperti tahun-tahun lalu dimana kopi terjual habis, kini sebagian belum keluar gudang.

"Hasil panen tahun lalu masih 300 kilogram di gudang dan sekarang sudah masa panen raya lagi," kata Imam di rumahnya, Kamis, 17 September 2020.

Dia mengatakan petani lain yang petik campur, biji kopi merah dan hijau, tetap bisa menjual hasil panen di masa pandemi. Lantaran mereka menjualnya ke tengkulak yang memiliki fasilitas gudang, modal besar dan jalur pasok ke pabrik.

Imam mengatakan tengkulak saat ini membeli kopi dari petani dengan harga sekitar Rp22 ribu per kilogram green beans. Dia memilih menyimpan hasil panen agar nantinya tetap mendapatkan harga lebih tinggi sesuai standar petik merah dan pengolahan pasca panen model honey process

BACA JUGA: Geliat Petani Kopi Telemung Menaikkan Nilai Jual Kopinya

"Kalau petik merah dan sesuai standar kita dapat harga Rp40-45 ribu per kilogram green beans," katanya.

Dia mengatakan penyimpanan stok kopi green beans bisa dilakukan maksimal hingga dua tahun. Bila belum melewati batas waktu itu, kopi masih layak dikonsumsi. 

Dampak lain berkurangnya serapan pasar pada produk kopinya, membuat keluarga ini tak lagi bisa membeli hasil panen petani kopi lain. Padahal tahun lalu sudah ada tiga petani yang mulai tertib panen petik merah dan hasilnya mereka beli.

"Petani inginnya dari kebun langsung laku. Kalau mau langsung laku harus ke tengkulak, tapi dengan harga yang rendah, sampai 50 persen," ujar Imam.