Logo

Pemotongan Nisan Salib di Yogyakarta Bukti Lemahnya Literasi Toleransi

Reporter:,Editor:

Kamis, 20 December 2018 15:21 UTC

Pemotongan Nisan Salib di Yogyakarta Bukti Lemahnya Literasi Toleransi

Makam Albertus Slamet Sugihardi di pemakaman Jambon Kelurahan Purbayan Kotagede Yogyakarta itu. Foto: Abdus Somad.

JATIMNET.COM, Yogyakarta – Peneliti Setara Institut Halili mengatakan pemotongan nisan salib di Yogyakarta adalah bentuk lemahnya literasi tentang toleransi di masyarakat. “Identitas berbeda menjadi sebuah persoalan,” katanya, Kamis 20 Desember 2018.

Larangan memasang nisan berbentuk salib di pemakaman umum, kata dia, juga menjadi contoh masyarakat tak memahami simbol dan lokasi pemakaman. Seseorang yang paham betul tentang makna toleransi semestinya tak melarang pemasangan, atau malah memotong nisan salib yang sudah terpasang di kuburan.

Ia mengatakan menutup-nutupi kasus ini bukan solusi menuntaskan persoalan intoleransi. Sebaliknya, upaya itu dianggap sebagai pertanda rapuhnya sikap toleransi di masyarakat. “Kita harus menuntut pemerintah memberikan konsentrasi menyelesaikan isu ini,” katanya.

BACA JUGA: Nisan Salib Terpotong, Ketua RW: Sesuai Dengan Kesepakatan

Koordinator Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Agnes Dwi Rusjiyati mencatat ada 10 kasus intoleransi di Yogyakarta sepanjang 2018. Salah satunya, pemotongan nisan salib di kuburan mendiang Albertus Slamet Sugihardi di pemakaman umum Jambon, Purbayan, Kotagede pada 17 Desember 2018.

Salah satu penyebab maraknya kasus intoleransi itu, kata dia, karena pemerintah dan aparat penegak hukum tak menjalankan fungsinya secara maksimal. “Selain itu tokoh masyarakat dan masyarakat tidak berani ambil inisiatif,” katanya.

BACA JUGA: Pemotongan Nisan Salib Di Yogya Jadi Tanda Bahaya Toleransi

Direktur Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta Yogi Zul Fadhli menyayangkan aksi pemotongan nisan salib itu. Menurut dia, tiap warga negara mendapat jaminan untuk bebas menjalankan agamanya sesuai Undang-Undang Dasar 1945 pasal 29 ayat 2. “(Itu) instrumen bagi warga negara yang masih hidup maupun yang sudah mati,” katanya.

Ia mengatakan pemakaman umum bisa dimanfaatkan tanpa membeda-bedakan identitas agama. Bahkan ketika umat Islam menjadi mayoritas, mereka tak boleh melabeli pekuburan itu sebagai makam muslim. Aturan itu termaktub dalam peraturan pemerintah nomor 9 tahun 1987 tentang tempat pemakaman.