Logo

Pemilik Sekolah SPI Batu, Pelaku Cabul Terancam Dijerat Pasal Berlapis dan Kebiri

Reporter:

Minggu, 30 May 2021 08:20 UTC

Pemilik Sekolah SPI Batu, Pelaku Cabul Terancam Dijerat Pasal Berlapis dan Kebiri

Ilustrasi.

JATIMNET.COM, Surabaya - Pelaku kejahatan kekerasan seksual, eksploitasi anak dan kekerasan fisik yang diduga dilakukan oleh JE seorang pemilik sekolah SPI (Sekolah Selamat Pagi), Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur, terancam pasal berlapis.

Pasalnya, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait menilai apa yang terjadi di sekolah SPI dilakukan JE itu sudah menjadi malapetaka kejahatan. Karena telah menyimpan kasus-kasus kejahatan seksual, eksploitasi dan kekerasan fisik yang terjadi berulang-ulang terhadap puluhan anak-anak dari kelas 1,2 dan 3 hingga lulus sekolah.

"Tentunya pelakunya ini bisa dikenakan tiga pasal berlapis, kekerasan pelecehan seksual ancamannya pasal 82 Undang-udang nomor 35 tahun 2014 dan undang-undan nomor 17 tahun 2016, maksimal hukumannya seumur hidup. Bahkan, apabila nantinya memang terbukti melakukannya secara berulang-ulang hukumannya bisa kebiri," katanya, di sela usai membuat laporan di SPKT Mapolda Jawa Timur, Sabtu 29 Mei 2021.

Baca Juga: Kasus Pencabulan di SPI Batu, Komnas PA: Kejahatan Seksual Itu Juga Dilakukan Diluar Negeri

"Kemudian pasal eksploitasi ekonomi pasal 81, dan kekerasan fisik ini dikenakan pasal 80 undang-undang nomor 35 tahun 2014. Artinya pelaku ini bisa dijerat pasal berlapis, karena ini menjadi masalah serius. Ini bukan semata-mata persoalan tindak pidana biasa, tapi ini menjadi kejahatan yang sangat luar biasa. Karena ketika kejahatan itu dilakukan berulang-ulang berdasarkan undang-undang nomor 17 tahun 2016," imbuhnya.

Arist mengungkapkan kasus yang terjadi sekolah SPI Batu itu bermula dari aduan salah seorang korban pekan lalu. Komnas PA menindaklanjuti dan mengumpulkan keterangan. Hasilnya mencengangkan. Ternyata, korban tidak hanya satu dua orang saja. Tapi jumlahnya belasan bahkan puluhan siswa. 

Arist mengatakan korban berasal dari sejumlah daerah yang dibantu agar bisa berprestasi dan sebagainya. "Tetapi malah dieksploitasi secara ekonomi, seksual, dan sebagainya. Ada yang dari Palu, Kalimantan Barat, Kudus, Blitar, Kalimantan Timur, dan sebagainya," Arist mengungkapkan.