Selasa, 09 July 2019 04:47 UTC
JERUK SIAM: Seorang pegawai merapikan jeruk siam asal Banyuwangi di dalam peti. Foto: Ahmad Suudi
JATIMNET.COM, Banyuwangi - Salah satu pedagang buah di Kabupaten Banyuwangi, Nano (51), menyayangkan kualitas jeruk yang dihasilkan petani kebanyakan terasa kecut. Dengan begitu jeruk Bumi Blambangan masih kalah saing dengan jeruk dari daerah penghasil lainnya, seperti Malang dan Pontianak.
Dia sendiri rata-rata menjual jeruk sebanyak 2 sampai 3 ton per hari ke Jakarta, Cikopo di Purwakarta, dan Cibitung di Bekasi, Jawa Barat. Juga buah naga dan mangga, buah-buah itu didapatnya dari petani, terutama di Banyuwangi bagian selatan.
"Banyuwangi terkenal tahan lama tapi kurang manis. Karena asam ketertarikan orang rendah sekali," kata Nano pada Jatimnet, di rumahnya di Desa Sumber Asri, Kecamatan Purwoharjo, Banyuwangi, Minggu 7 Juli 2019.
Setelah dipetik, jeruk dikirim ke kota tujuan dengan lama perjalanan 24 jam. Setelah berada di kios, 5 hari tidak laku akan dibuang karena dianggap tidak layak jual.
BACA JUGA: Turunnya Daya Beli Kota Besar, Harga Buah Banyuwangi Anjlok
Dikatakan Nano, keawetan jeruk Banyuwangi memberikan keuntungan karena jika terlanjur busuk sebab tak laku, kerugian akan dibagi 2 antara dirinya dan pemilik kios. Lagi menurutnya, sebetulnya petani Banyuwangi bisa membuat jeruknya lebih manis.
"Selama ini jeruk Malang nomor 1 karena manis, lalu Pontianak. Kalau Banyuwangi bisa dibikin manis seperti daerah lain mungkin nomor 1," ungkapnya.
Penyebab jeruk asal Banyuwangi terasa kecut dikatakannya karena kadar unsur N, P, dan K dalam pupuk yang kurang tepat. Sebagian besar petani hanya memperbanyak unsur N dan P, namun kurang dalam memberikan unsur K.
Padahal dalam berbisnis, kualitas produk menjadi penentu kelanjutan minat pembeli. Menurutnya hanya petani yang pernah mengenyam pendidikan atau pelatihan pertanian yang menggunakan pupuk dengan tepat dan menghasilkan jeruk manis.
BACA JUGA: Puluhan Hektare Lahan Jeruk Magetan Kekeringan
"Kecut karena faktor pupuk, pembuat manis unsur K. Unsur K kurang, petani Banyuwangi lebih banyak menggunakan unsur N dan P," papar Nano.
Kepala Bidang Hortikultura Dinas Pertanian (Disperta) Banyuwangi, Ahmad Khoiri mengatakan sebetulnya petani sudah paham takaran tepat dalam pola pemupukan. Menurutnya petani memperbanyak unsur N karena ingin jeruk berwarna hijau dan terlihat lebih segar.
"Kalau (pentil jeruk) sudah besar pakai pupuk TSP, KCL atau pupuk dengan unsur P dan K tinggi. Misalnya unsur P 12 persen dan K 17 persen," kata Khoiri setelah acara silaturrahim petani dan Bupati Banyuwangi di Pendopo Sabha Swagata Blambangan, Senin 8 Juli 2019.
BACA JUGA: Banyuwangi Kembangkan Jeruk Varietas Rimau Gerga Lebong
Pihaknya menyarankan petani kembali mengutamakan kualitas jeruk dengan hanya memberikan unsur P dan K setelah pentil jeruk membesar. Pupuk NPK dengan kadar N rendah, dikatakannya telah banyak tersedia di toko pertanian di Banyuwangi.
Dalam data yang diperlihatkannya luas lahan maupun hasil produksi jeruk siam di Kabupaten Banyuwangi tahun 2018 meningkat daripada tahun sebelumnya.
Tahun 2017 luas lahan tertanami jeruk siam di Banyuwangi 12.600 hektare dengan jumlah produksi 371.810 ton. Sementara tahun 2018, luasnya menjadi 12.755 hektare dan menghasilkan hingga 381.910 ton jeruk selama setahun.