Kamis, 14 August 2025 09:00 UTC
Warga Jombang membayar PBB-P2 dengan koin uang receh di kantor Bappeda Jombang, Senin, 11 Agustus 2025. Foto: Taufiqur Rachman
JATIMNET.COM, Jombang – Kenaikan drastis Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Kabupaten Jombang sejak 2024 memicu gelombang protes.
Salah satunya diungkapkan Direktur Lingkar Indonesia untuk Keadilan (LInK) Jombang Aan Anshori yang menuntut pertanggungjawaban Bupati Warsubi atas kenaikan itu.
"Pemimpin dipilih rakyat, bukan rezim lama. Saat warga menjerit, Bupati tak boleh lepas tangan dengan alasan warisan kebijakan sebelumnya," ujar Aan saat dihubungi Jatimnet, Kamis sore, 14 Agustus 2025.
Kenaikan PBB-P2 ini berlaku sejak 2024 di masa pemerintahan Bupati Jombang sebelumnya, Munjidah Wahab.
Menyikapi hal ini, Aan mengingatkan bahwa peristiwa Senin, 11 Agustus 2025, bisa dijadikan acuan saat warga protes dengan membayar PBB-P2 menggunakan ratusan koin uang di kantor Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) sebagai simbol perlawanan.
BACA: Tarif PBB Melonjak Drastis, Warga Jombang Terpaksa Membayarnya Dengan Uang Koin
Menurutnya, hal itu bisa jadi ultimatum bagi Pemkab Jombang saat ini agar warga tidak sampai bergerak seperti di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Apalagi kenaikan PBB-P2 di Pati ada yang 250 persen, sedangkan di Jombang ada yang sampai 1.202 persen.
"Jika tarif tak dikembalikan ke level pra-2024, rakyat Jombang akan bergerak seperti di Pati. Jangan jadi stempel eksekutif, DPRD wajib berpihak pada rakyat, bukan mengamini kebijakan yang mencekik," kata Aan.
Ia berharap pemerintah daerah segera mengambil langkah berani agar masyarakat tidak sampai seperti daerah lainnya.
"Ini ujian nyata, pilih rakyat atau pertahankan kebijakan rezim lama," ujar Aan.
Kenaikan PBB-P2 yang siginifkan itu dibenarkan Kepala Bapenda Jombang Hartono.
Menurutnya, ada ketimpangan data, seperti 50 persen dari 700 ribu Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) naik signifikan, bahkan beberapa naik hingga ribuan persen. Hal inilah menjadi akar masalahnya.
"Penyesuaian NJOP berdasarkan survei 2022 tak sesuai realita. Kami sedang koreksi data lewat pendataan ulang dengan desa," katanya.
BACA: Pemkot Mojokerto Beri Diskon PBB-P2 hingga 40 Persen, Berlaku sampai Akhir 2025
Namun, solusi baru berlaku 2026, membuat warga harus menanggung beban dua tahun lagi. Sedangkan masyarakat menuntut langkah konkret sebelum aksi massa pecah.
Menyikapi gejolak ini, Hartono berjanji akan mempercepat pendataan.
"Target November 2024 selesai, meski baru berlaku 2026," katanya.
Sebelumnya, salah satu warga Jombang, Heri Dwi Cahyono, 61 tahun, asal Desa Sengon, syok melihat tagihan PBB miliknya naik signifikan dan lonjakan ini bisa dikatakan tak masuk akal karena naik 1.202 persen.
"Dari Rp300 ribu jadi Rp3,6 juta untuk dua properti. Bapenda sendiri akui data NJOP-nya tak akurat," ujar Heri.
Hal serupa juga terjadi pada warga Desa Pulo Lor, Kecamatan Jombang, Joko Fattah Rochim, yang harus memecahkan celengan koin anaknya untuk bayar pajak.
"Tabungan SMP anakku habis buat lunasi kenaikan dari Rp300 ribu ke Rp1,2 juta. Ini bukan tawar-menawar, tapi keadilan," katanya.