Senin, 11 August 2025 11:30 UTC
Sejumlah warga sedang menghitung uang koin untuk membayar Pajak Bumi dan Bangunan yang mengalami lonjakan drastis. Aktivitas itu berlangsung di Kantor Bappeda Jombang, Senin siang, 11 Agustus 2025. Foto: Taufiqur Rachman
JATIMNET.COM, Jombang – Kenaikan tarif pajak bumi dan bangunan (PBB) membuat warga kelabakan untuk memenuhi kewajibannya terhadap negara tersebut.
Di Kabupaten Jombang, beberapa warga terpaksa membayar pajak ke Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) dengan menggunakan uang koin yang merupakan tabungan anaknya.
Hal ini seperti yang dilakukan oleh Joko Fattah Rochim, salah seorang warga Kota Santri. "Hari ini saya membawa galon berisi koin untuk membayar PBB ke Kantor Bapenda Jombang," ujarnya kepada awak media, Senin, 11 Agustus 2025.
Ternyata, sikap itu tidak sekadar untuk melunasi kewajiban membayar pajak. Namun, juga sebagai bentuk protes karena tarif PBB yang sebelumnya ditanggung sekitar Rp400 per tahun, kini menjadi Rp1,35 juta.
"Ya kalau naik dari Rp300 ribu ke Rp400 ribu atau Rp500 ribu itu wajar. Tapi ini, sampai Rp1 juta lebih, ya memberatkan," jelas Cak Fatah sapaan akrabnya.
BACA: Pemkab Banyuwangi Pastikan Tidak Ada Kenaikan PBB
Untuk melunasi kewajibannya sebagai wajib pajak, Fatah sengaja membawa uang receh tabungan anaknya selama beberapa tahun. Jumlah uang yang dibawa sempat menjadi perdebatan dengan Kepala Bapenda Jombang Hartono.
Namun, setelah dihitung, koin-koin recehan itu berjumlah total Rp1,3 juta rupiah dan cukup untuk melunasi pajak yang dikenakan.
"Karena saya memang nggak punya uang. Saya minta bupati tegas membenahi aturan yang merugikan warga," terangnya.
Sementara itu, Hartono mengakui adanya kenaikan signifikan tarif PBB. Namun, ia menjelaskan hal itu terjadi akibat pembaruan data yang lama tidak dilakukan
"Jadi prosesnya ini nilainya jumlah SPT-nya sangat banyak, dan itu tersistem dalam aplikasi. Jadi, kami tidak bisa melihat satu per satu dan tidak semua naik. Ada juga yang turun," jelasnya.
BACA: Respons Keluhan Kenaikan PBB, DPRD Jombang Tinjau Ulang Perda Pajak Daerah dan Retribusi
Menurutnya, kenaikan ini tidak bisa diukur dengan persentase pasti karena kondisinya bervariasi. Memang, ada beberapa yang naik sampai ribuan persen karena kasusnya sama seperti di daerah lain, yakni tidak dilakukannya pembaruan data dalam waktu yang cukup lama.
"Nah, seperti di Jombang. Proses pembaruan itu sudah dilakukan pada 2024. Hasilnya, banyak objek pajak yang nilainya ternyata sudah tidak sesuai sehingga terpantau ada yang melonjak cukup tinggi," pungkas Hartono.