Senin, 27 July 2020 05:40 UTC

FAIDA. Bupati Jember, dr Faida saat menghadiri pengajian rutin di rumah dinasnya, Pendopo Wahyawibawagraha pada Kamis 23 Juli 2020. Foto: Faizin/Dokumen
JATIMNET.COM, Jember - Pakar hukum Tata Negara, Universitas Jember (Unej), Adam Muhshi menegaskan, Bupati Jember tidak memiliki kewenangan untuk menilai keabsahan Hak Menyatakan Pendapat (HMP) yang dikeluarkan oleh DPRD Jember. Pernyataan itu menanggapi sikap Faida yang menyatakan, HMP yang dikeluarkan oleh DPRD Jember sebelumnya, cacat prosedur.
“Kewenangan untuk menilai keabsahan dari produk Hak Menyatakan Pendapat ada di lembaga peradilan, dalam konteks ini adalah Mahkamah Agung (MA). Sehingga bukan bupati yang bisa menilai,” ujar Adam saat diwawancarai Jatimnet pada Senin 27 Juli 2020.
Bergulirnya HMP dari DPRD Jember pada Rabu 22 Juli 2020, lalu merupakan kelanjutan dari Hak Angket atau hak penyelidikan yang mulai digulirkan sejak akhir Desember 2019. Persis seperti saat ini, kala itu Faida juga menilai Hak Interpelasi atau penyelidikan yang digulirkan oleh DPRD Jember, tidak sah.
Karena itu, Faida kemudian melarang atau tidak memberi izin seluruh pejabat Pemkab Jember untuk hadir memenuhi undangan klarifikasi dari Panitia Angket DPRD Jember.
“Akhirnya seperti hak angket kemarin yang dinilai bupati tidak. Padahal itu bukan kewenangan eksekutif untuk memberikan penilaian terhadap legislatif,” ujar kandidat doktor konsitutusi dari Unair.
BACA JUGA: Bupati Jember Dimakzulkan
Pernyataan Faida yang menilai HMP oleh DPRD Jember itu cacat prosedur dikarenakan ketidakhadiran dirinya dalam rapat paripurna DPRD Jember paa Rabu 22 Juli 2020. Diakui Adam,berdasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) No 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Pembentukan Tatib DPRD, syarat kehadiran kepala daerah dalam rapat paripurna memang bisa berarti harus kumulatif.
“Pada pasal 79 ayat 1 tersebut, terdapat frasa “dan” diantara urutan antara pandangan fraksi, dengan kesempatan tanggapan fraksi, dengan kesempatan menyampaikan pendapat dari bupati. Frasa “dan” ini bisa berarti kumulatif, yang artinya harus terpenuhi semua. Tetapi sekali lagi, kewenangan untuk menilai hal tersebut ada di MA, bukan bupati,” papar pengajar Fakultas Hukum Unej.
Setelah DPRD Jember sepakat menggulirkan Hak Menyatakan Pendapat (HMP), bupati tidak punya kesempatan untuk melakukan “perlawanan hukum” seperti mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). “Karena keputusan DPRD itu bukan termasuk Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang merupakan objek sengketa dari PTUN. Yang bisa dilakukan oleh bupati adalah melakukan pembelaan saat proses pembuktian di Mahkamah Agung nanti,” pungkas Adam.
Pada rapat paripurna DPRD Jember pada Rabu 22 Juli 2020, Faida sebenarnya diberikan kesempatan “membela diri” melalui penyampaian pendapat atas usulan HMP. Kesempatan itu diberikan usai masing-masing fraksi menyampaikan pendapat.
BACA JUGA: Bupati Jember Anggap Pemakzulan Tidak Sah, Ini Alasannya
Namun, kesempatan itu terlewat karena Faida menolak hadir secara langsung ke gedung DPRD dan memilih mengirimkan pendapatnya itu secara elektronik sekitar 10 menit sebelum Rapat Paripurna dimulai.
Dikonfirmasi pada Kamis 23 Juli 2020 malam, Faida menjelaskan bahwa dirinya menolak hadir secara langsung karena ingin paripurna digelar secara daring. “Selain untuk mencegah kerumunan massa, saya juga menghindari bentrokan antara massa pro HMP dan massa pendukung saya,” ujar Faida usai menggelar pengajian rutin di rumah dinasnya, yang juga dihadiri ratusan warga Jember dari berbagai pelosok desa.
Ketua DPRD Jember, Itqon Syauqi menegaskan, rapat paripurna sudah digelar dengan mengacu pada protokol kesehatan, seperti jaga jarak fisik, penggunaan masker dan hand sanitizer. “Sewaktu Laporan Kerja Pertanggung Jawaban (LKPJ), bupati juga hadir langsung kok di gedung ini (pada awal Juni). Jadi alasan bupati itu tidak masuk akal,” papapr Itqon.
Seluruh anggota dan fraksi yang ada di DPRD Jember akhirnya secara sepakat mengeluarkan Hak Menyatakan Pendapat. Isinya meminta agar Mendagri mencopot Faida dari jabatan bupati Jember karena melakukan sejumlah pelanggaran dan sumpah jabatan.
