Sabtu, 29 December 2018 08:56 UTC
Jemaah umrah diwajibkan melakoni dua kali perekaman biometrik sebelum berangkat ke Tanah Suci. Foto: Dok.
JATIMNET.COM, Surabaya – Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Asosisiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah (Amphuri) Jawa Timur merespon kebijakan rekam biometrik dengan menjadwal ulang sejumlah keberangkatan jemaah umrah.
DPD Amphuri menilai kebijakan pemerintah terkait rekam biometrik yang dilakukan dua kali membuat anggota Amphuri Jatim terancam rugi sekitar Rp 360.000 per jemaah yang disebabkan adanya penjadwalan ulang. Jika pemberangkatan dilakukan minimal 100 jemaah, maka kerugian bisa mencapai Rp 36 juta.
“Banyak agen travel yang sudah membatalkan keberangkatan akibat kebijakan tersebut. Sekitar 100-200 orang jemaah harus me-reschedule (menjadwal ulang), dalam sekali keberangkatan saja,” ujar Plt Ketua Amphuri Mochamad Sufyan Arif di Surabaya, Sabtu 29 Desember 2018.
Sufyan menerangkan penerapan kebijakan rekam biometrik yang dikeluarkan Pemerintah Arab Saudi dilakukan tanpa sosialisasi terlebih dahulu. Menurutnya kebijakan tersebut tiba-tiba langsung diwajibkan bagi jemaah umrah yang berangkat pada 17 Desember 2018.
BACA JUGA: Kanwil Jatim Siapkan Inovasi Kreatif Untuk Jemaah Haji 2019
“Dampaknya banyak pembatalan karena visa tidak keluar. Hal ini membuat agen travel tidak bisa berbuat banyak,” sebutnya.
Peraturan rekam biometrik yang diterapkan pemerintah Arab Saudi ini memang menuai polemik di Indonesia. Persyaratan dianggap memberatkan dan tidak tepat dengan kondisi geografis Indonesia. Lokasi perekaman yang hanya di kota besar menyulitkan para jemaah menjangkaunya.
“Pemeriksaan biometrik di Jatim dilakukan di BG Janction (Surabaya) dan Kantor Pos Besar (Malang),” ungkap Sufyan. Padahal wilayah Jawa Timur sangat luas yang terdiri dari beberapa kepulauan, dan membutuhkan biaya tambahan untuk menjangkaunya.
Sufyan menerangkan agen travel minimal mengeluarkan biaya tambahan USD 7 atau Rp 120.000 per orang untuk sekali rekam biometrik. Biaya tersebut bisa membengkak jika ditambah transportasi menuju tempat perekaman dari kota asal.
BACA JUGA: Jemaah Haji Kloter Pertama Surabaya Tiba Selasa Dini Hari
Amphuri Jatim meminta Kerajaan Arab Saudi mengkaji ulang kebijakan tersebut. Kalau pun harus diterapkan, diharapkan ada solusi yang tidak merepotkan.
Seperti menyatukan rekam biometrik pengurusan paspor di kantor imigrasi atau di keduataan Arab Saudi. Bisa juga menyediakan tempat rekam biometrik di bandara keberangkatan.
Usul tersebut dinilai tidak perlu menambah biaya dan tenaga, karena pelaksanaannya dilakukan di satu tempat. “Pendek kok waktunya, kalau seandainya mau dilakukan di bandara hanya butuh empat menit,” tuturnya.
DPD Amphuri Jatim berencana memboikot pemberangkatan umrah ke tanah suci sebagai wujud protes agar dilakukan kajian kembali kebijakan itu. Seluruh pemberangkatan tanggal 20 Januari 2019 dan setelahnya telah dilakukan penjadwalan ulang. Setidaknya sampai ada pengkajian ulang terkait kebijakan rekam beometrik tersebut.
