Logo

Oktober, 61 Waduk di Mojokerto Terancam Kering

Reporter:,Editor:

Jumat, 13 September 2019 13:35 UTC

Oktober, 61 Waduk di Mojokerto Terancam Kering

KEMARAU: Petani mencangkul ladangnya yang kering di Mojokerto. Foto: Karina Norhadini

JATIMNET.COM, Mojokerto – Sebanyak 61 waduk di 11 Kecamatan di Kabupaten Mojokerto diperkirakan mengalami kekeringan pada Oktober. Saat ini, sejumlah waduk telah kering sejak dua bulan terakhir.

Kemarau juga menyebabkan 157 hektare lahan Perhutani Pasuruan dan Tahura Raden Soerjo terbakar. Sedangkan puncak kemarau diprediksi terjadi pada Oktober 2019.

Kekeringan dirasakan salah satu petani jagung yang berada di sekitar Waduk Talunblandong Kecamatan Dawarblandong.

"Tahun 2019 ini, kemaraunya panjang sekali. Waduk juga sudah tidak ada airnya sejak dua bulan lalu. Tidak seperti tahun lalu, masih ada kiriman hujan sesekali, jadi hasil tanam jagung juga mencapai tujuh kuintal dalam satu hektare. Tahun ini hanya empat kuintal, lahan tanaman jadi mengering, ditambah lagi faktor lain seperti hama," keluh Ningsih (49) pada Jatimnet.com, Senin 9 September 2019.

BACA JUGA: Tumpukan Popok Bekas Dievakuasi dari Dasar Sungai Kuwangen Mojokerto

Kabid Rehabilitasi Rekonstruksi BPBD Kabupaten Mojokerto Dian Sugeng memperkirakan seluruh waduk di Kabupaten Mojokerto akan mengering bulan depan.

"Jumlah waduk yang ada di Kabupaten Mojokerto ada 61, pada titik menuju puncak kemarau diperkirakan Oktober nanti umumnya sudah mengering tidak ada air," ungkapnya kemarin, Kamis 12 September 2019.

Dian Sugeng mengatakan, dari 61 waduk yang mengering tersebar di 11 kecamatan di Kabupaten Mojokerto. Yaitu, wilayah Utara sungai Brantas di Kecamatan Jetis tiga waduk, Kecamatan Kemlagi tujuh waduk, dan terbanyak Kecamatan Dawar 36 waduk. Sedangkan, delapan waduk tersebar di Kecamatan Sooko, dan masing-masing satu waduk di Kecamatan Bangsal, Kuterejo, Pungging, Puri.

BACA JUGA: Puluhan Hektar Lahan Pertanian di Dawarblandong Rusak Diserang Hama Tikus

"Tak bisa dihindari kekeringan berimbas pada pertanian dan peternakan, kebutuhan masyarakat sehari-hari. Hanya saja kekeringan untuk masyarakat sudah diantisipasi dengan suplai air bersih dari pemkab setiap hari," terangnya.

Selain berdampak pada waduk mengering, musim kemarau panjang juga mengakibatkan ratusan hektare lahan Perhutani Pasuruan dan Tahura Raden Soerjo terbakar selama empat hari, sejak Senin, 9 September 2019 sampai dengan Rabu, 11 September 2019.

Bahkan, di hari kelima ini masih ditemukan empat titik api di Lereng Gunung Welirang. "Utamanya, di wilayah KPH Perhutani Pasuruan dan Tahura Raden Soerjo. Sampai kemarin masih ada titik api yang menyala," terang Kepala BPBD Kabupaten Mojokerto M. Zaini saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat 13 September 2019.

BACA JUGA: 1.024 Popok Terapung di Mojokerto, Pemkab Diminta Sediakan Kontainer Khusus

Selama musim kemarau tahun ini tercatat lahan terbakar mencapai 157 hektare di empat lahan di antaranya hutan KPH Perhutani Mojokerto seluas 18 hektare, hutan KPH Mojokerto 15 hektare, hutan KPH Pasuruan 15 hektare, dan terluas di wilayah hutan Tahura R. Soerjo139 hektare.

"Rata-rata yang terbakar area semak-semak dan tumpukan daun-daun kering," paparnya.

Banyaknya area lahan hutan yang terbakar, tak lain disebabkan faktor medan yang sulit. "Bahkan tidak bisa dijangkau tim atau petugas. Soalnya terlalu curam, dan angin yang cukup kencang," imbuh Zaini.

Untuk memadamkan api, sejumlah upaya dilakukan, seperti menambah personel serta melibatkan komunitas masyarakat peduli api. “Sekaligus melaporkan kepada gubernur melalui BPBD Provinsi serta Dishub Provinsi Jatim," tandasnya.