Jumat, 25 September 2020 09:40 UTC
ANTRI AIR: Sejumlah warga Desa Kunjorowesi, Kecamatan Ngoro saat mengantri air pada puncak musim kemarau pada tahun 2019 lalu. Foto : Karin/Dokume
JATIMNET.COM, Mojokerto - Tercatat delapan Kecamatan di Kabupaten Mojokerto mengalami kekeringan di musim kemarau sekarang ini. Bagaimana tidak, stok air tadah hujan habis, bahkan air sumur warga juga mengalami penyusutan.
Delapan kecamatan tersebut yakni, Kecamatan Dawarblandong, Kecamatan Ngoro, Kecamatan Sooko, Kecamatan Mojoanyar, Kecamatan Bangsal, Kecamatan Jetis, Kecamatan Kurejo, dan Kecamatan Trawas.
Kepala BPBD Kabupaten Mojokerto Moch. Zaini menjelaskan, puncak musim kemarau yang terjadi saat ini memang sangat berdampak terhadap ketersediaan air di sejumlah wilayah.
Tercatat data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Mojokerto, terdapat 30 dusun di 18 desa terdampak kekeringan tersebar di delapan kecamatan. Diantaranya, dua dusun di satu desa di Kecamatan Dawarblandong, dan tiga dusun di dua desa di Kecamatan Sooko.
BACA JUGA: BPBD Jatim Siagakan Pasukan Hadapi Kemarau
"Faktornya macam-macam, sebagian besar karena ada penyusutan air sumur warga di tengah puncak kemarau panjang. Tapi ada juga yang memang di desa itu tidak ada sumber air seperti di sejumlah dusun di Desa Kunjorowesi, Kecamatan Ngoro," kata Zaini, Jumat 25 September 2020.
Bahkan, kekeringan di Desa Kunjorowesi ini merupakan bencana musiman yang selalu terjadi di kala kemarau tiba. Hanya saja, meluasnya kekeringan yang terjadi tahun ini Pemkab menaikkan statusnya menjadi tanggap darurat bencana kekeringan dan kebakaran hutan serta lahan.
Hal itu sesuai keputusan Bupati Mojokerto nomor 188.45/342/HK/416-012/2020. "Status tanggap darurat ini berlangsung hingga dua bulan ke depan atau sampai dengan 30 November 2020 nanti," paparnya.
BACA JUGA: Ratusan Ikan Koi di Mojokerto Mati Akibat Kemarau Panjang
Tak ayal, penanganan secara cepat pun harus segera dilakukan. Salah satunya dengan melakukan penyaluran air bersih ke desa yang terdampak. Dari inventarisir di lapangan, dari 30 dusun di 18 desa yang tersebar di delapan kecamatan, setidaknya ada 26.725 jiwa dengan jumlah 9.081 Kepala Keluarga.
Terbanyak di Kecamatan Ngoro dengan total ada 11.52 jiwa dengan 3.451 KK. Selain memang di desa ini tidak ada sumber air, selama ini hanya memanfaatkan sumber air tadah hujan. Khususnya Dusun Telogo dan Sumber, menurutnya, tiap tahun dusun yang berada di ketinggian lebih dari 1.000 Meter di Atas Permukaan Laut (MDPL) selalu menjadi permukiman yang paling terdampak jika musim kemarau tiba.
Selama ini, warga mengandalkan droping air bersih dari pemerintah maupun donator."Jadi, sampai tahun ini, Dusun Telogo sama Sumber memang yang belum kejangkau air," tegasnya. Hanya saja, dengan ditetapkannya siaga darurat segala biaya sebagai akibat ditetapkannya keputusan bupati dibebankan pada APBD."Setidaknya, butuh 4-5 tangki sehari. Saya kira bisa maksimal. Karena di Telogo ada dua titik penampungan air dan empat titik di Dusun Sumber," imbuhnya.