
Reporter
Hari IstiawanJumat, 5 April 2019 - 11:45
Editor
Hari Istiawan
Ilustrasi oleh Gilas Audi.
JATIMNET.COM, Jakarta – Mantan Komandan Korps Marinir, Mayor Jenderal TNI Mar (Purn) Djoko Pramono menilai ada nilai plus dan minus dari kedua kandidat presiden dalam membahas isu-isu seputar pertahanan dan keamanan (hankam) yang disampaikan dalam debat IV Pilpres 2019.
Menurutnya, Jokowi sebagai petahana yang pasti mendapat masukan dari para menteri atau pejabat berlatar belakang militer punya kelebihan dan kekurangan dalam menjelaskan visi-misi di bidang hankam.
Sedangkan Prabowo yang lebih banyak bertugas di lapangan semasa aktif di TNI, dianggap perlu lebih banyak mengembangkan wawasan dan langkah strategis karena ancaman hankam terkini sudah lebih beragam sesuai dengan perkembangan zaman dan teknologi.
Djoko menyebut, kelebihan Pak Jokowi terletak pada kebijakan memprioritaskan industri pertahanan yang sangat tepat dan strategis. Sebenarnya, kata dia, sudah mulai dari dulu namun masih kecil-kecil.
BACA JUGA: Tantangan Hankam di Indonesia Bukan Perang
“Kini sudah menjadi prioritas sehingga kita punya industri alutsista (alat utama sistem pertahanan) seperti pindad, kapal perang, kapal selam, tank, dan juga peluru. Akan terjadi pula transfer teknologi jika kita memiliki industri pertahanan yang bagus," jelas mantan jenderal bintang dua ini.
Bicara anggaran pertahanan, mantan Inspektur Jenderal TNI AL ini mengakui bahwa porsi 0,8 persen dari APBN, atau senilai Rp 110 triliun masih tergolong kecil. Apalagi jika dibandingkan dengan anggaran pertahanan negara-negara tetangga di Asia Tenggara dan Asia.
"Itu terkait dengan prinsip, defensif aktif yang kita anut. Namun, harus ada keseimbangan dan saya sangat berharap, anggaran pertahanan secara bertahap harus dinaikkan. Baik untuk memperbesar industri pertahanan kita, atau melengkapi persenjataan yang lebih canggih demi menjaga kedaulatan negara," ungkap Djoko Pramono.
Terlebih, jika dikaitkan dengan kebijakan politik luar negeri Indonesia yang bebas-aktif. Menurut Djoko, dalam mengusung politik luar negeri seperti itu, Indonesia tetap harus siap untuk sewaktu-waktu dibutuhkan penggunaan aktif alutsista dalam menjaga kedaulatan.
BACA JUGA: Kapal Selam Buatan PT PAL Siap Diluncurkan Jokowi
Ia lalu menceritakan, dulu kapal TNI AL sering ditabrak oleh kapal-kapal nelayan asing yang besar dan punya mesin yang powernya besar. Apalagi hanya dilengkapi senjata M16.
“Sejak ada kapal patroli TNL AL yang cepat, besar, dan dilengkapi senjata otomatis serta misil jarak pendek, maka ditakuti oleh para nelayan asing pencuri ikan atau yang ingin mengancam kedaulatan negara. Istilahnya, harus punya modal untuk disegani negara lain," ungkap Djoko.
Karenanya, Djoko menyarankan agar dalam membangun sistem pertahanan dan keamanan negara, matra laut perlu mendapat prioritas pertama. Sebab, Indonesia merupakan negara yang sangat luas dengan 2/3 wilayah merupakan lautan.
“Saya sarankan, anggaran pertahanan diprioritaskan untuk menjaga lautan dan wilayah kita yang berbatasan laut dengan negara lain. Pentahapannya, bangun kekuatan laut, lalu udara, dan kemudian darat," pungkasnya.