Logo

Makna Kemerdekaan bagi Orang-orang Dalam Penjara

Reporter:,Editor:

Sabtu, 17 August 2019 13:16 UTC

Makna Kemerdekaan bagi Orang-orang Dalam Penjara

RUTAN. Suasana halaman Rumah Tahanan Klas II B Gresik terlihat ramai pengunjung jelang perayaan kemerdekaan RI, Jumat 16 Agustus 2019. Foto: Agus.

JATIMNET.COM, Gresik - Rumah Tahanan Klas II B di Desa Banjarsari Kecamatan Cerme, Gresik terlihat ramai pengunjung jelang perayaan kemerdekaan RI, Jumat 16 Agustus 2019.

Bergamis hitam polos, istri Kiai Fathoni terlihat mengantre ke loket pendaftaran kunjungan Rutan Klas II B Gresik dengan membawa makanan kesukaan suaminya. Tidak ada perbedaan di sana. Dengan sabar dia mengantre di antara puluhan pengunjung lainnya, berdiri sembari menenteng makanan yang terlihat padat dan berat.

"Umi, mau besuk Abah ya?," sapa salah satu teman wartawan yang mengenalinya.

"Iya setiap hari jenguk Abah dan bawah makanan kesukaan Abah," jawab dia.

"Minggir sebentar," suara seseorang memberi peringatan beberapa orang yang tengah mengantre, ada truk tanki berukuran 6.000 liter milik Rutan mengambil haluan.

Panggilan satu per satu pengunjung yang antre mendapatkan nomer antrean terdengar, beberapa menit kemudian kembali terdengar panggilan nomer pengunjung dari balik pintu besi.

Sampailah kami ke dalam Rutan, Anis Handoyo Kasi Pelayanan Tahanan Rutan Negara Klas II B Gresik, meminta jurnalis menitipkan peralatan jurnalis.

Hampir 30 menit lamanya Anis menerangkan siapa saja dan syarat penghuni Lapas yang diberi remisi. "Kami usulkan semua penghuni lapas dapat remisi dan masih menunggu hasilnya," terangnya.

Usai berpamitan, kami pun beranjak. Sekilas mata tertujuh salah satu penghuni Rutan, seperti kenal, benar Kiai Ahmad Fathoni Chasan dan kami pun saling sapa kemudian ngobrol.

"Ada liputan apa? Tumben ramai-ramai ke Rutan," tanya Kiai Fathoni kepada keempat rekan yang menghampiri sembari berjabat tangan.

"Kami mencari data penghuni Rutan (terpidana) yang dapat remisi saat HUT Kemerdekaan RI kali ini," jawab salah satu rekan wartawan menjawabnya.

Naluri kami spotan meminta pernyataan Kiai Fathoni apa makna Kemerdekaan baginya, sebab dirinya saat ini jelas tidak menikmati kemerdekaan seperti halnya orang di luar Rutan.

Kemerdekaan ini tidak dirasakan oleh Ahmad Fathoni Chasan yang memperjuangkan keadilan bagi dirinya, keluarga, dan jamaahnya sebab menemui banyak gangguan, jasmani, maupun rohani.

Kiai Fathoni mengatakan dirinya telah terzalimi atau dikhinati oleh rekan kerja di perusahaan PT Trisula Bangun Persada (TBP) yang dibangun pada tahun 2002, yang merupakan perusahaan keluarga.

Dalam perjalanan menjalankan bisnis perumahan Alam Bukit Raya (ABR) di Jl Dr Wahidin Sudirohusodo, Kebomas,  Gresik terlibat masalah internal perusahaan. Ia diduga dikhianati oleh rekan kerja hingga terjadi proses hukum.

"Saya ditahan bahkan diancam, saya selalu berpikir keluarga dan jemaah saya," katanya sambil melihat harus ke arah istrinya yang juga tengah menjenguk.

Gara-gara permasalahan internal perusahaan PT TBP terus berlangsung, ia mengalami sakit stroke pada 2006-2007. Sehingga perusahaan tersebut diduga dipermainkan oleh orang-orang internal perusahaan.

"Sampai akhirnya saya dijerat kasus hukum hingga keluarga dan jemaah tarekat saya tidak terurus dengan baik," ungkapnya dengan melihat ke arah kerumunan pengunjung lain.

Bawah makanan apa Umi?, Sahut kami memotong percakapan sembari menunggu kalimat dari Kiai Fathoni yang terlihat matanya berkaca-kaca. "Kotoan ikan pari kesukaan Abah," jawab istri kiai akrab dipanggil Umi Vara.

Kembali Kiai Fathoni meneruskan ceritannya. Saat melaksanakan acara doa bersama jemaah didatangi sekelompok orang, intinya meminta menandatangi berkas. "Namun akhirnya tidak jadi karena anugerah Allah," ucapnya.

"Saya rasakan ancaman lainnya yaitu ditabrak pengendara motor orang yang tidak dikenal pada 2018, hingga mengalami luka parah dan nyaris gegar otak," ceritanya mencontohkan.

Dari peristiwa demi peristiwa itu, harapannya pada hari kemerdekaan 17 Agustus ini, Fathoni mengharapkan keadilan sebagai untuk segera bebas.

Pria kelahiran 8 April 1959 di Desa Kedungsekar, Benjeng, Gresik ini sangat merindukan bisa kembali bersama jemaah dan keluarga, karena perkara perusahaan dengan orang internal hanyalah masalah pribadi.

"Sebenarnya bagaimana permasalahannya Abah?" tanya kami dengan singkat, sebab waktu berkunjung akan habis dan Kiai Fhatoni juga bersiap melaksanakan Salat Jumat.

Kiai Fhatoni mengulas kembali hal ini (perkaranya) dibuktikan dengan putusan Mahkamah Agung yang telah inkrah bahwa secara perdata telah menang, sesuai putusan nomor 118/PDT/MA pada April 2019.

Jadi, menurut Kyai Fathoni, masalah perusahaan di PT TBP, Berkah Bumi Nusantara, dan PT Puger Sejahtera hanya masalah hukum dengan orang-orang internal perusahaan.

“Hubungan hukum dengan Pak Njono Budiono hanya hubungan pribadi ke pribadi. Saat itu Pak Njono menawarkan utang piutang hingga berakhir ingin menguasai seluruh perusahaan dan aset-asetnya," paparnya.

Karena awalnya menawarkan utang piutang sebesar Rp 18.5 miliar, namun yang terjadi hanyalah Rp 10,3 miliar dengan bunga 18 persen per tahun pada tahun 2004.

"Pada bulan 7 tahun 2005, Pak Njono Budiono uang sebesar Rp 10,3 miliar diminta untuk dikembalikan. Namun saya mengembalikan hanya Rp 7,6 miliar. Uang tersebut diterima langsung oleh Pak Njono Budiono," katanya serius.

"Sehingga, saya selaku masyarakat Indonesia meminta keadilan kepada pemerintah untuk dikembalikan aset-aset perusahaan saya,” tukasnya.

Sayangnya waktu berkunjung habis. Kami hanya bisa mendoakan agar kiai selalu diberi kesehatan dan tentu mendapatkan kemerdekaan yang sebenarnya, kembali menghirup udara segar di luar.