Rabu, 18 December 2019 05:40 UTC
BURUH MIGRAN. Jumpa pers peringatan Hari Buruh Migran Sedunia 2019 di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Selasa 17 Desember 2019. Foto: Bayu Pratama
JATIMNET.COM, Surabaya – Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo mendesak pemerintah memberikan perlindungan pekerja migran Indonesia. “Perlu adanya turunan aturan pelaksana yang harus memperhatikan aspek-aspek perlindungan perempuan dan anti perdagangan manusia,” kata Wahyu saat jumpa pers Hari Buruh Migran Sedunia 2019 di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Selasa 17 Desember 2019.
Wahyu menilai pemerintah belum memiliki rencana detail terkait perlindungan pekerja migran yang berorientasi pelayanan publik dan berperspektif keadilan dan kesetaraan gender.
Misalnya, kebijakan penempatan pekerja migran ke Timur Tengah yang diduga memiliki kontribusi maraknya kasus perdagangan manusia. “Terjadi karena moratorium tanpa pengawasan dan uji coba penempatan pekerja melalui skema penempatan satu kanal,” katanya.
Dia mengatakan setelah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia disahkan, hingga kini belum ada aturan pelaksana dari undang – undang itu. Padahal aturan tersebut diperlukan untuk jadi petunjuk teknis kebijakan perlindungan buruh migran.
BACA JUGA: Buruh Migran Asal Tulungagung Linglung di Hongkong
“Seharusnya pemerintah Indonesia sudah menerbitkan dua Peraturan Presiden, 11 Peraturan Pemerintah, 12 Peraturan Menteri, dan 3 Peraturan Menteri yang dibuat untuk menjalankan amanat perlindungan itu,” ucapnya.
Pihaknya juga mendesak perubahan tata kelola migrasi tenaga kerja yang sebelumnya terpusat agar dilaksanakan di daerah. “Perubahan ini membutuhkan kesiapan pemerintah daerah,” ujar Wahyu.
Menurutnya, dengan adanya Layanan Terpadu Satu Atap di beberapa daerah kantong pekerja migran seharusnya diikuti dengan peningkatanan fungsi layanan publik di daerah untuk mendukung berlangsungnya mekanisme pelayanan penempatan pekerja migran berbasis perlindungan di daerah.
“Pendidikan dan Pelatihan juga lebih banyak dilakukan di daerah. Namun pemerintah masih lebih mengutamakan balai latihan milik swasta,” katanya.
