Logo

LBH Surabaya Mencatat Kasus Buruh dan Agraria Tertinggi di Tahun 2019

Reporter:,Editor:

Selasa, 24 December 2019 03:30 UTC

LBH Surabaya Mencatat Kasus Buruh dan Agraria Tertinggi di Tahun 2019

Ilustrasi.

JATIMNET.COM, Surabaya - Lembaga Bantuan Hukum Surabaya mencatat sejumlah kasus yang beririsan dengan perusahaan dan proyek pembangunan infrastruktur sebagai kasus terbanyak di tahun 2019.

"Tahun 2019 menjadi tahun buruk bagi penegakan hak asasi manusia. Kami beri tajuk tahun ini yakni karpet merah investasi hak asasi di kebiri," kata Direktur LBH Surabaya Abd. Wachid Habibullah pada Jatimnet.com, Selasa 24 Desember 2019.

Dia mengungkapkan, sepanjang tahun 2019, LBH telah menerima 594 aduan kasus dengan rincian 248 kasus pidana, 327 kasus perdata, dan 7 kasus tata usaha negara. Adapun 112 kasus diantaranya adalah kasus struktural yang berkaitan dengan pelanggaran hak asasi manusia. "terbanyak yakni kasus perburuhan dengan 48 kasus," ujar Wachid Habibullah.

BACA JUGA: UMK Jatim Melebarkan Kesenjangan, Gabungan Buruh Sampaikan Protes 

Menurut dia, tingginya kasus perburuan di Jawa Timur, karena lemahnya posisi buruh dibandingkan pengusaha. Sehingga seringkali diabaikan oleh pemerintah.

"Misalnya seperti PHK (pemutusan hubungan kerja), disparitas upah, dan penangguhan upah oleh perusahaan," ujar Wachid Habibullah.

Selain buruh, kata Wachid panggilan akrabnya, masih ada masalah lain yang menimpa masyarakat. Seperti ancaman penggusuran dan perlindungan hak asasi manusia, terutama berkaitan dengan masyarakat yang berada pada konflik kepemilikan lahan dan proyek pembangunan.

"Penggusuran dengan dalih pembangunan ini masih ditemukan di tengah masyarakat Jawa Timur. Misalnya dengan dalih pelebaran jalan di Surabaya, pembangunan kilang minyak Tuban, konflik agraria warga Pasuruan dan Banyuwangi," terang Wachid.

BACA JUGA: BPJS Naik, Buruh Jatim Rencanakan Aksi Penolakan

Sebagai contoh, LBH Surabaya mencatat 34 kasus konflik agraria tidak terselesaikan pada tahun 2019  di seluruh Jawa Timur dengan luasan lahan konflik seluas 12.973,3 hektar. Konflik tersebut terbagi menjadi 6 sektor. 

Terbanyak adalah sektor pertanian dengan jumlah 13 kasus, diikuti sektor perkebunan 7 kasus, sektor infrastruktur sebanyak 5 kasus, sektor properti sebanyak 6 kasus, sektor kehutanan 2 kasus, dan sektor pesisir dan kelautan sebanyak 1 kasus. 

"Bahkan warga yang menjaga lingkungan justru dikriminalisasi, kami catat ada 41 orang sejak tahun 2014, misalnya pejuang Waduk Sepat, Tumpang Pitu Banyuwangi, dan petani di Blitar," katanya.

Untuk itu Wachid berharap, kedepan, Pemerintah baik Pusat dan Daerah harus hadir melindungi dan menyelesaikan kasus yang berdampak luas bagi masyarakat.