Logo
Di Balik Dapur Redaksi

Kreativitas Khoiril dan Literasi Media

Reporter:

Senin, 24 June 2019 01:36 UTC

Kreativitas Khoiril dan Literasi Media

Ilustrasi Ali Yani.

NAMA Mohammad Khoiril mendadak jadi perbincangan khalayak karena tertangkap kamera sedang memboncengkan anaknya dengan cara tak lazim. Anaknya yang berusia tiga tahun dimasukkan dalam keranjang besi yang terpasang di samping kanan bagian belakang motornya.

Video itu menyebar di media sosial. Istilahnya menjadi viral.

Kisah Khoiril menarik. Juga unik karena tak biasa terjadi. Nilai kemanusiaannya (human interest) juga tinggi. Keterbatasan kerap mendorong orang menjadi kreatif. Dan, kreativitas kerap dekat dengan kegilaan. Meski ada perbedaan di antara keduanya.

Kamus Besar Bahasa Indonesia memaknai kreativitas sebagai kemampuan untuk mencipta. Dalam makna yang lebih luas, kreativitas bisa dimaknai sebagai kemampuan menciptakan sesuatu yang baru untuk memecahkan masalah.

Khoiril punya kemampuan mencipta. Ia menemukan cara baru untuk memboncengkan anaknya. Tapi apakah ia bisa disebut kreatif?

Pertanyaan itu mengemuka di rapat redaksi Jatimnet.com, Minggu 23 Juni 2019. Seperti sore di hari yang lain, kami mendiskusikan isu menarik dan penting yang terjadi di Jawa Timur dalam sehari, sebelum memutuskan untuk mengembangkan jadi pemberitaan berikutnya.

Meski hanya diisi “setengah tim”, karena sebagian awak redaksi libur, beragam argumentasi muncul. Tapi kami sepakat cara yang ditempuh Khoiril lebih banyak mudarat, kalau tak ingin dibilang ngawur, dibanding manfaat.

Satu masalah memang terpecahkan. Khoiril bisa membawa anaknya bepergian tanpa harus menitipkan pada tetangga. Tapi masalah baru yang lebih besar bisa saja terjadi. Keranjang terlepas dan anaknya terjatuh di atas aspal jalan. Atau bahkan, berpotensi menyebabkan kecelakaan.

Seperti biasa, kami mengemas rapat redaksi sebagai forum egaliter dan santai. Ide dan gagasan bisa datang dari mana saja. Kritik pun bisa dialamatkan pada siapa pun, termasuk pada “atasan”.

Tuntas ngobrol tentang Khoiril dan ulahnya, kami mendapati pokok baru sebagai bahan diskusi. Ada kejanggalan dalam judul berita yang sudah tayang. “Cerita di Balik Bocah Viral dalam Keranjang Motor” dan “Polisi Imbau Warga Ponorogo Lepas Keranjang Motor yang Sempat Viral”.

Pertanyaan muncul, yang viral itu apa? Bocah atau keranjang. Lagi-lagi, silang pendapat terjadi. Saya menemukan viral berasal dari bahasa Inggris, artinya virus. Makna lain, kata ini sering digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang populer di jagat internet. Biasanya berbentuk foto atau video.

Nah, dalam peristiwa Khoiril, media sebenarnya sedang memberitakan video yang populer di media sosial. Maka yang viral adalah videonya. Bukan bocah atau keranjang motor.

Judul sepatutnya menarik, lugas, dan tak sumir. Di era internet ini, membuat judul juga harus mempertimbangkan SEO (search engine optimization). Ini semacam kaidah memasukkan kata kunci yang tepat agar artikel kita dikenali mesin pencari.

Hari-hari ini, tak jarang kita menemukan kesalahan, baik cara penulisan maupun data, dalam pemberitaan di media.  Tapi sejak awal, kami mengikat komitmen bahwa media yang baik bukanlah yang luput dari salah. Sebaliknya, media yang baik adalah yang menyadari kesalahan dan memperbaikinya.

Tulisan ini adalah serial pertama dari “Di Balik Dapur Redaksi”, sebuah gagasan untuk memperkenalkan literasi media pada publik. Ini sekaligus menjadi upaya membagi kisah tentang bagaimana para jurnalis bekerja.

Pada akhirnya, kami berharap media dan publik memahami hak dan tanggung jawab mewujudkan kebebasan berpendapat dan berekspresi, serta kemerdekaan pers.