Kamis, 14 August 2025 08:57 UTC
Pasar sembako murah di halaman Kantor Kelurahan Tlogopojok, Kecamatan Gresik Kota, Senin, 1 September 2025. Foto: Prokopim Setda Kab. Gresik
JATIMNET.COM – Kestabilan harga merupakan kondisi dimana tingkat harga umum dalam suatu perekonomian relatif stabil, tidak mengalami kenaikan atau penurunan yang signifikan dalam jangka waktu tertentu.
Stabilitas ini ditandai dengan tidak adanya inflasi atau deflasi yang berkepanjangan, yang dapat mengganggu suatu ekonomi.
Sembako yang merupakan singkatan dari sembilan jenis bahan pokok sangat dibutuhkan masyarakat, yakni beras, gula pasir, minyak goreng dan mentega, daging sapi dan ayam, telur ayam, susu, bawang-bawangan, gas elpiji, dan garam.
Kebijakan pemerintah pusat maupun daerah yang seringkali lebih mengedepankan aspek Impor untuk menambal kekurangan stok sembako dalam negeri menambah beban harga-harga untuk bergerak lebih stabil.
Lebih lagi perubahan cuaca yang diakibatkan perubahan iklim dunia membuat hasil panen dalam negeri terkadang mengalami kegagalan.
Anggaran yang seharusnya dialokasikan lebih banyak ke sektor pertanian, juga terkadang dialihkan untuk pembangunan di sektor lain dan membuat sektor ini kembali kurang mendapatkan perhatian lebih.
Yang perlu diketahui ialah pembangunan infrastruktur juga harus dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan, berupa daya beli masyarakat dengan cara pengendalian harga atas sembako.
Terpantau per 10 juli 2025, harga sembako relatif mengalami kenaikan dimana gas elpiji 3 kilogram merupakan yang paling tinggi naiknya hingga 15,45 persen.
Berita mengenai kenaikan harga sembako yang santer ditemui akhir-akhir ini menjadi perhatian khusus dari para ahli.
Beberapa hal yang menyebabkan perubahan harga yang sangat tidak stabil ini sering terjadi, seperti permintaan dan penawaran yang sangat tidak seimbang. Kemudian diperparah dengan kegiatan manusia yang menyebabkan perubahan iklim bumi semakin tidak menentu.
Gagal panen akibat banjir yang disebabkan hujan yang sangat deras, tanah longsor akibat penggundulan hutan, dan lain-lain menjadi faktor penyebab. Akibatnya, ketergantungan pemerintah terhadap Impor khususnya pangan semakin menjadi-jadi.
Indonesia yang dahulu dikenal sebagai negeri ladang pangan, kini harus bergantung dengan impor beras yang menjadi makanan pokok kita. Belum lagi infrastruktur dan distribusi yang masih timpang tindih, ketika infrastruktur seperti jalan raya diperbanyak, namun distribusi masih tetap menggunakan cara tradisional.
Distribusi yang dimaksud ialah biaya logistisk yang masih tergolong mahal. Adapun cara tradisional ialah distribusi logistik kita sebagian besar masih mengandalkan transportasi darat utamanya truk.
Semakin banyak truk di jalan, maka semakin besar kemungkinan macet yang akan menghambat perjalanan logistik. Bayangkan saja, menurut Lembaga National Single Window (LNSW), Indonesia memiliki biaya logistik mencapai 23,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional.
Padahal, negara maju seperti Jepang hanya 8 persen, Malaysia 13 persen, dan China 14 persen. Ditambah lagi, pembangunan infrastruktur yang hanya berfokus di darat menyebabkan transportasi laut menjadi kekurangan ruang guna mengirimkan lebih banyak logistik.
Kedua, hal ini yang menjadi beban Indonesia dalam mahalnya biaya logistik yang merembet ke harga sembako yang mahal.
Belum lama ini juga nilai tukar rupiah dengan dollar Amerika Serikat semakin merosot tajam. Hal ini tentu saja membuat biaya impor semakin mahal dan biaya ekspor semakin murah.
Memang tidak akan dirasakan oleh masyarakat atau pasar dalam waktu dekat, namun jika hal ini terus terjadi, bukan tidak mungkin inflasi akan meningkat dan sembako semakin mahal.
Dengan melihat semua hal ini, khususnya Pemerintah Provinsi Jawa Timur diminta untuk segera turun tangan mengatasi masalah yang krusial ini.
Hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal ini, seperti membentuk badan pengontrol harga pasar. Tim yang dibentuk haruslah diawasi langsung oleh masyarakat dengan cara membuat pelaporan setiap satu minggu sekali tentang harga-harga di pasaran.
Pemerintah provinsi juga harus mengoptimalisasikan rantai pasokan dengan cara membangun hubungan yang erat antara produsen, distributor, dan pengecer. Terlebih lagi, akan bagus jika dibangunkan transportasi khusus, seperti rel kereta api barang yang akan mengurangi biaya logistik.
Dan tentunya penguatan kerja sama antara pemerintah provinsi dan pemerintah pusat guna menyelesaikan masalah fluktuasi harga sembako yang semakin tidak jelas ini.
Masyarakat yang baik adalah yang membantu pemerintahnya menjaga bersama-sama negeri yang dicintainya. Maka, sepatutnya kita sebagai masyarakat membantu pemerintah dalam hal ini dengan cara melakuukan pemantauan harga pasar secara berkala dan melaporkannya jika terjadi kenaikan yang tidak wajar.
Selain itu juga melaporkan jika terjadi penyalahgunaan wewenang oleh para pelaku usaha yang sengaja menimbun bahan pokok, mendesak pemerintah untuk melakukan pengecekan yang adil di pasaran terkait praktik monopoli, dan mendesak pemerintah provinsi maupun pusat mengambil tindakan yang tegas atas setiap pelanggaran yang terjadi.
Oleh: Meta Dwi Anggraini (Mahasiswa Prodi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Teknologi Sumbawa)