Jumat, 30 October 2020 06:40 UTC
PELUANG : Kokedama, metode penanaman tanaman hias bisa menjadi alternatif usaha di masa pandemi. Seperti yang dilakukan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Jember dengan membina masyarakat. Foto: Humas UM Jember
JATIMNET.COM, Jember – Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung selama beberapa bulan terakhir, telah memukul banyak sektor ekonomi. Namun masih terdapat beberapa sektor ekonomi yang bertahan, bahkan justru melejit. Salah satunya adalah bisnis tanaman hias yang masuk komoditas klangenan atau hobi.
Jenis tanaman hias yang tren-pun kerap berubah. Jika di awal pandemi, Aglonema Red meroket, beberapa minggu terakhir tren beralih ke tanaman hias yang dijuluki Janda Bolong (Janbol). Dan kini mulai muncul tren tanaman hias lain, yakni Kokedama.
Kokedama sendiri bukan merupakan jenis tanaman, melainkan metode merangkai tanaman hias, yang berasal dari bahasa Jepang. Koke berarti lumut; dan dama berarti bulatan.
“Semua tanaman bisa digunakan metode ini khususnya yang berukuran kecil. Seperti tanaman Anggrek diberi media tanam arang kemudian dilapisi sabut kelapa. Kokedama ini bisa menghiasi meja ruang tamu atau diletakkan di pot menggantung di depan rumah tanpa takut kotor oleh tanah,” ujar Hidayah Murtyaningsih, Kepala Laboratorium Fakultas Pertanian (Faperta) Universitas Muhammadiyah Jember (UM Jember) kepada Jatimnet.com, Jumat 30 Oktober 2020.
BACA JUGA: Diduga Salurkan Bansos Covid-19, Satgas Pakai Masker Bergambar Calon Bupati Jember Petahana
Hidayah bersama sejumlah dosen dan mahasiswa Faperta UM Jember tertarik untuk menjadikan tren tanaman hias sebagai cara pengabdian masyarakat. Kokedama dipilih karena masih menjadi tren baru.
Mereka membina masyarakat di Desa Wirolegi, Jember untuk membudidayakan Kokedama sebagai alternatif bertahan menghadapi dampak ekonomi dari pandemi Covid-19.
“Kalau kita hanya mengedukasi tentang tanaman hias saja akan kurang menarik, maka dari itu dikemas dengan Kokedama. Karena kita berasal dari UM Jember, maka kita beri nama KokedamaMU,” lanjut Hidayah.
Tim pengabdian untuk edukasi Kokedama ini beranggotakan sembilan orang yang terdiri dari dosen Agribisnis, Agroindustri, dan Teknologi Industri Pertanian (TIP). Saat awal percobaan metode KokedamaMU, mereka harus mengalami trial and eror hingga akhirnya ditemukan metode yang pas.
BACA JUGA: Tutup 2 Hari, 19 Pegawai PN Jember Covid-19
“Terdapat 4 jenis varietas yang kita kembangkan untuk budidaya di masyarakat, yakni tanaman sukulen, golongan sansevieria, anggrek, dan golongan adam hawa. Teknik dasar Kokedama adalah mencampur tanaman yang dipilih dengan tanah bonsai dan lumut lalu ikat dengan tali goni membentuk bulatan,” ungkap Hidayah.
Setelah berjalan beberapa waktu, KokedamaMU tak hanya digunakan untuk pengabdian, namun telah dipasarkan secara internal dan eksternal. "Kita masih menjual di lingkup internal namun konsumen juga ada yang berasal dari luar UM Jember. Kita akan terus mengembangkan pasar kita, ungkap Hidayah yang juga dosen Faperta itu.
Sejauh ini, tanaman yang paling laris yaitu golongan sirih gading dan janda bolong karena memang sudah tren sejak beberapa waktu lalu. Bahkan, Hidayah mengaku, sampai kekurangan stok untuk 2 jenis tanaman tersebut.
Untuk pasar eksternal, Laboratorium Faperta sedang menjalin mitra dengan pedagang bunga di sekitar Jember. Harga KokedamaMU dibandrol dengan kisaran 20-50ribu tergantung jenis tanaman. Untuk Anggrek bisa dibandrol dengan harga hingga ratusan ribu rupiah.
"Nantinya kita juga akan mengemas KokedamaMU secara terpisah antara tanaman, media tanam dan mossnya sehingga konsumen bisa merakit sendiri di rumah,” pungkas Hidayah.