Jumat, 12 July 2019 11:55 UTC
KASIH SAYANG: Sulikhah merawat kedua keponakannya dengan penuh kasih sayang. Foto: Bayu.
JATIMNET.COM, Surabaya - Sepasang remaja kembar, Nur Laila dan Nur Laili (16) tergolek di sebuah kamar kontrakan berukuran 3 x 3 meter saat ditemui Jatimnet, Jumat 12 Juli 2019.
Menyusuri jalan di perkampungan utara Sidodadi Surabaya, tepatnya di Jl Srengganan Gang III, RT 6 RW 7, Kecamatan Simokerto, Surabaya, Jatimnet ditemui oleh Sulikhah (51) bibi dan Luluk (23) kakak kandung dari Nur Laila dan Nur Laili.
Saat ditemui, Sulikhah menceritakan kondisi terkini dari kedua anak yatim piatu yang terakhir ditinggal oleh Ayahnya, Towi (56) setahun yang lalu.
"Waktu kecil, berumur 7 bulan masih gemuk, tapi mulai sakit sampai saat ini, tulangnya lumpuh dan tidak bisa bergerak, mendengar masih bisa mas, sama dua ini masih bisa nonton televisi," ungkap Sulikhah.

DAPUR SEMPIT: Kontrakan Sulikhah untuk merawat kedua keponakannya, Foto: Bayu.
Ia bercerita, selepas sang ibu meninggal dunia 12 tahun silam, Sulikhah rutin membawa kedua keponakannya tersebut ke tukang pijat dan dokter di Rumah Sakit dr. Soetomo.
"Katanya gejala ginjal. Tapi saat saya periksa ke salah satu rumah sakit, katanya tidak ada penyakitnya. Saya bingung anak ini sakit apa sebenarnya. Saya cek ke bagian pendengaran, jantung, rekam otak, tes darah, saya bingung sakit apa," ungkap Sulikhah.
Sulikhah bercerita, Laila dan Laili merupakan anak keempat dan kelima dari pasangan almarhum Towi (60) dan almarhumah Supini (56). Ia bercerita sudah berusaha semaksimal mungkin untuk kesembuhan dua keponakannya.
"Setelah ke dr. Swandi bagian tulang, sekarang sudah tidak lagi," ungkapnya.
BACA JUGA: Pemkot Beri Dampingan Anak-Anak Korban Kebakaran
"Kami enggak apa-apa, yang penting anak ini sembuh. Si kembar ini sampai ngamar selama dua bulan di rumah sakit," ujarnya sambil menggendong Nur Laila.
Bantuan Bagi Mereka
Selama menjalani hidupnya, Sulikhah bercerita rutin mendapatkan vitamin dan perawatan dari Puskesmas Simolawang.
"Tadi pagi banyak yang ke sini, ada dari Puskesmas cek tensi, ada juga dari Bu Lurah mau memberikan bantuan, ada dari Polisi juga memberi bantuan," ungkapnya.
Setelah dirinya kedatangan awak media, Kamis 11 Juli 2019 kemarin, ia bercerita banyak yang datang lagi untuk memberikan bantuan.
BACA JUGA: DP5A Akan Dampingi Korban Maupun Pelaku Kekerasan Anak
"Dua tahun lalu sempat viral mas, tapi sekarang yang paling ramai, banyak yang datang, kelurahan menawarkan masuk PKH (Program Keluarga Harapan), Bu RT baru datang, media ramai, bersyukur mas banyak yang memberi bantuan," terangnya.
Sementara, Luluk sang kakak bercerita hanya bekerja sebagai buruh plastik. Kepada Jatimnet ia bercerita, agar ikut ujian paket B dapat lulus SMP.
"Sekarang kerja mas, jadi gak bisa antar adik saya, gajinya Rp 40.000 perbhari," ungkap Luluk.
Mengenai bantuan, ia mengaku hanya mendapatkan perawatan rutin dari Puskesmas, dan lembaga sosial yang membantunya, seperti komunitas pemuda.

JALAN KAMPUNG: Jalan menuju ke rumah kontrakan Sulikhah untuk tempat tinggal bersama kedua keponakannya, Foto: Bayu.
"Dapat bantuan sekarang, perbulan Rp 500.000 dan komunitas yatim piatu Rp 300.000, susu dari Puskesmas, dan kepesertaan Kartu Indonesia Sehat (KIS)," tambahnya.
Walau demikian, ia belum mendapatkan kepesertaan PKH dan belum terdata sebagai penerima bantuan. Ia mengaku sudah pasrah sebab uang dan barangnya sudah habis untuk membiayai kedua keponakannya.
"Saya hanya penjual kerupuk. Kalau ada nasi karak (nasi aking), ya saya jual. Apapun saya lakukan demi menghidupi mereka. Ya, ngambil uang cicilan dapat arisan gitu. Ada apa saya jual saya gadaikan. Apa adanya sampai habis semua baju saya," katanya.
Suka Nonton Upin Ipin
Walau dalam kondisi lemas, Sulikhah bercerita si kembar masih bisa mendengar dan menonton televisi. Tawa dan senyum si kembar membuatnya selalu bahagia dan optimis untuk kesembuhan mereka.
BACA JUGA: LPA Menilai Kekerasan Anak di Sekolah Masih Tinggi
"Masih bisa nonton TV mas, suka sekali sama film Upin dan Ipin," ujarnya.
Saat ini, Sulikhah meneruskan biaya kontrakan selama satu tahun sebesar Rp 1,5 juta untuk tempat dia tinggal bersama si kembar. Di lorong kecil pinggiran Surabaya, ia merasa bersyukur saat ini sudah mendapatkan perhatian dari media dan puskesmas setempat.
Ia berharap mendapatkan bantuan dan perhatian dari lingkungannya. Selama ini, ia hanya bisa berharap dari penghasilan Luluk yang masih minim.
"Syukur sekarang sudah banyak, semoga mereka bisa sembuh mas," tutupnya.