
Reporter
Rochman AriefSelasa, 2 Juli 2019 - 05:36
Editor
Rochman Arief
POLEMIK. Kementerian BUMN mengambil sikap setelah jatuhnya sanksi dari OJK, BEI dan Kementerian Keuangan serta KPPU atas laporan keuangan dan rangkap jabatan. Foto: Dok.
JATIMNET.COM, Jakarta – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akhirnya mengambil sikap terkait dugaan rangkap jabatan Direktur Utama Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei dan Konsultan Kementerian BUMN, Gatot Trihargo mengatakan, pihaknya akan mencopot Ari (sapaan I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra) sebagai komisari utama Sriwijaya Air.
“Kita menghormati putusan KPPU untuk rangkap jabatan. Untuk yang pak Ari Askara di Sriwijaya kita ganti. Kan beliau merangkap komisaris utama di Sriwijaya,” ujar Gatot seperti dikutip dari Suara.com, Senin 2 Juli 2019.
BACA JUGA: BEI Pantau Pergerakan Saham Garuda Pasca Kena Sanksi
Kendati demikian, menurut Gatot rangkap jabatan pada perusahaan BUMN diperbolehkan. Namun dengan catatan, rangkap jabatan tersebut tak membuat bisnis perseroan terganggu.
“Di dalam penugasan diperbolehkan (merangkap), apabila dianggap berpengaruh pada persaingan usaha akan kita ganti,” kata Gatot.
Untuk diketahui, KPPU memeriksa Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra karena diduga melanggar aturan KPPU soal rangkap jabatan.
Ari Askhara diduga melanggar Undang-undang nomor 5 tahun 1999 Larangan Monopoli dan Praktik Persaingan Usaha Tidak Sehat pasal 26.
BACA JUGA: Kementerian BUMN Minta Garuda Tindaklanjuti Keputusan OJK
Dalam pasal 26 Undang-undang tersebut menyatakan, bahwa seseorang yang menempati jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, dilarang merangkap jabatan yang sama bila berada dalam pasar sejenis pada waktu yang bersamaan.
Diketahui, Ari Askhara saat ini menjabat sebagai Direktur Utama Garuda juga menjabat sebagai Komisaris Utama di Citilink Indonesia dan Sriwijaya Air.
Rencana pencopotan itu memperpanjang kisruh Garuda sepanjang tahun 2019 ini. Sebelumnya Garuda diduga melakukan kesalahan laporan keuangan tahun 2018.
Buntutnya perseroan didenda Rp 300 juta dari Otoritas Jasa Keuangan ditambah denda Rp 250 juta dari Bursa Efek Indonesia. Sedangkan Kementerian Keuangan membekukan kantor akuntan publik selama 12 bulan.