Kamis, 31 March 2022 09:00 UTC
KASUS ABORSI. Terdakwa Randy Bagus Sasongko (kemeja putih) saat berada di ruang sidang PN Mojokerto, Kamis, 31 Maret 2022. Foto: Karina Norhadini
JATIMNET.COM, Mojokerto – Dokter spesialis obstetri dan ginekologi dihadirkan Jaksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Mojokerto pada sidang perkara aborsi almarhum mantan mahasiswi Universitas Brawijaya (UB), Novia Widyasari, 21 tahun, Kamis, 31 Maret 2022. Obstetri adalah ilmu kedokteran di bidang kehamilan dan persalinan sedangkan ginekologi adalah ilmu kedokteran di bidang reproduksi wanita.
Aborsi tersebut melibatkan mantan pacar Novia, Randy Bagus Hari Sasongko, yang sudah dipecat sebagai polisi akibat kasus ini. Novia diduga depresi akibat dua kali menggugurkan kandungan hasil hubungan di luar nikah dengan Randy, hingga mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.
Saksi ahli yang juga dokter, Gregorius Agung Himawan, mengatakan cytotec yang dikonsumsi Novia merupakan obat penggugur kandungan. Selama kurang lebih 1,5 jam, dokter yang bertugas di Rumah Sakit Premier Surabaya itu dicecar sejumlah pertanyaan dari kuasa hukum terdakwa Randy dan majelis hakim.
BACA JUGA: Fakta Pil Penggugur Kandungan dalam Kasus Aborsi Mahasiswi UB
Dalam sidang di Ruang Candra Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto tersebut, saksi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) hanya satu yang hadir.
Dalam keterangannya, Gregorius memberikan pemahaman perihal postinor dan cytotec yang digunakan Novia untuk menunda kehamilan atau menggugurkan kandungannya.
"Postinor itu obat menunda kehamilan. Diminum setelah berhubungan (badan) dan 12 jam setelah berhubungan," kata Gregorius.
Sementara cytotec merupakan merek obat yang memiliki kandungan misoprostol. Obat ini merupakan obat lambung yang memiliki efek peningkatan kontraksi pada rahim. Obat ini dilarang dikonsumsi saat pasien hamil.
BACA JUGA: Kasus Aborsi Mahasiswi, Ibu Novia Sebut Ada Ancaman Pembunuhan dari Ayah Randy
"Karena kontraksi yang dihasilkan pada rahim cukup hebat bisa mengakibatkan pengeluaran janin atau keguguran," ujarnya.
Kontraksi yang dihasilkan pasca mengonsumsi cytotec juga cukup cepat. Berdasarkan hasil penelitian, kontraksi itu terjadi dalam waktu 1-24 jam setelah dikonsumsi atau tergantung kondisi kebugaran tubuh.
"Kalau (janin) itu keluar bisa cukup cepat, 5 bisa keluar tergantung dengan kondisi tubuh. Tapi kalau keluarnya darah atau nifas biasanya selama 24 jam atau maksimal tiga minggu," kata Gregorius.
Menurutnya, cytotec tidak menimbulkan dampak jika diminum wanita yang tidak hamil. Pembelian cytotec juga harus dengan resep dokter. Sehingga jika ada orang awam yang membeli cytotec tanpa resep dokter, menurutnya, untuk mengakhiri kehamilan.
BACA JUGA: Kasus Aborsi Mahasiswi, Ayah Randy Bantah Ancam Bunuh Novia
"Jelas saya nyatakan untuk mengakhiri kehamilan atau menggugurkan. Mengakhiri kehamilan itu yang sering di kehamilan awal. Karena kalau usia kehamilan 9 bulan tidak mungkin dia membeli cytotec," ucap Gregorius.
Saat ini, cytotec memang masih digunakan dalam praktik kedokteran. Obat itu biasanya digunakan kepada pasien yang terlambat melahirkan dari waktu yang sudah diprediksikan. Namun, penggunaan obat tersebut selalu dalam pengawasan dokter.
Selain Gregorius, JPU sebenarnya akan menghadirkan dua orang saksi ahli lainnya yang pernah dimintai keterangan oleh penyidik kepolisian. Namun, keduanya tidak bisa datang, sehingga keterangan kedua saksi ahli tersebut hanya dibacakan oleh JPU. Dalam kasus ini, Randy didakwa dengan pasal 348 ayat 1 KUHP atau pasal 348 ayat 1 juncto pasal 56 ayat 2 KUHP.