Logo

Jelang Ramadan, Loya Jirga Usulkan Gencatan Senjata di Afghanistan

Reporter:

Sabtu, 04 May 2019 07:38 UTC

Jelang Ramadan, Loya Jirga Usulkan Gencatan Senjata di Afghanistan

Ilustrasi bendera Afganistan. Foto: Pixabay

JATIMNET.COM, Surabaya – Taliban di Afganistan tidak merespon gencatan senjata yang ditawarkan dewan perdamaian tradisional setempat, Loya Jirga, selama Ramadan 1440 Hijriah.

Dewan perdamaian tradisional itu bertemu di Kabul minggu ini, untuk membahas perdamaian serta menyerukan gencatan senjata antara pemerintah dan milisi pemberontak, dikutip dari Bbc, Jumat 3 Mei 2019.

Presiden Ashraf Ghani menyepakati gencatan senjata, jika itu tidak berlangsung sepihak saja. Namun, Taliban tak merespon seruan dan menuduh anggota Loya Jirga sebagai aliansi dari pemerintah.

Di tahun 2018, gerakan pemberontak Taliban menyepakati gencatan senjata selama tiga hari, bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri, di akhir Ramadan.

BACA JUGA: Banjir, Hujan dan Salju Tewaskan 59 Orang di Afghanistan

Gencatan senjata kala itu menjadi yang pertama, sejak invasi Amerika Serikat di tahun 2001.

Berbicara di pertemuan Loya Jirga, sebuah dewan besar yang dihadiri sekitar 3.200 pemimpin agama, politisi dan perwakilan dari penjuru Afghanistan, Presiden Ghani mengatakan, “Mari dibuktikan, jika bukan hanya negara Barat yang bisa menyelesaikan konflik ini. Juga ada peradaban manusia di sini,”.

Sebagai sinyal positif, Presiden Ghani membebaskan 175 tawanan Taliban dalam merespon seruan Loya Jirga.

Sementara itu, milisi Taliban juga telah melakukan negosiasi langsung dengan utusan Amerika Serikat di Qatar sejak Oktober, bersamaan dengan upaya Washington untuk menghentikan perang terlama sepanjang sejarah AS, yang berlangsung sejak 2001, pasca bom 11 September.

BACA JUGA: Afghanistan Sumbang Badan Pengungsi PBB Untuk Palestina

Kesepakan telah muncul, di mana pasukan koalisi AS akan mundur, asalkan pemberontak menjamin wilayah Afghanistan tidak digunakan menjadi markas militan asing.

Namun, muncul kekhawatiran di antara perempuan Afghanistan, jika perjanjian apapun yang melibatkan AS dengan Taliban, akan berakhir dengan berkuasanya kembali pemberontak di pemerintahan, dan merampas kembali kebabasan yang didapat sejak 2001.

Taliban telah menghindari pembicaraan langsung dengan pemerintahan Afghanistan, sambil menuding mereka sebagai “rezim boneka AS”.

Taliban juga tidak merespon langsung permintaan membebaskan tawanan ataupun gencatan senjata.

BACA JUGA: Ingatkan Ancaman Perpecahan, Jokowi Cerita Curhat Ibu Negara Afghanistan

Zalmay Khalizad, petugas khusus perwakilan perdamaian AS untuk Afghanistan mengatakan dalam Twitternya, jika dia telah meminta Taliban untuk menurukan senjata, pada Jumat.

Sedangkan, juru bicara Taliban membalas lewat cuitannya, jika AS lah yang seharusnya menghentikan penggunaan kekerasan di Afghanistan.

Pasukan koalisi AS menggulingkan Taliban di 2001, dalam upaya mereka menyembunyikan pemimpin Al Qaeda. Saat ini, perang secara intensif berjalan di seluruh penjuru negeri, dan Taliban menguasai lebih banyak wilayah dibanding tahun 2001.

Mengingat adanya jalan buntu yang berkelanjutan dengan pemberontak, Presiden AS Donald Trump ingin mengakhiri perang yang menghabiskan biaya mencapai USD 45 miliar setiap tahun, menurut infromasi resmi AS.