Jumat, 17 August 2018 00:00 UTC
Sejumlah warga melakukan aksi penolakan perubahan Jalan Dinoyo menjadi Jalan Pasundan.
Guratan wajah Mbah Marbai (85) mampu mengalahkan teriknya matahari. Dia turun ke jalan bareng empat elemen masyarakat menolak perubahan dua nama jalan, Jalan Dinoyo dan Jalan Gunungsari masing-masing menjadi Jalan Pasundan dan Siliwangi.
JATIMNET.COM, Surabaya – Semangat Mbah Marbai untuk menolak perubahan dua nama jalan itu tidak surut. Dia tidak ingin perjuangannya bersama Tentara Rakyat Indonesia Pelajar (TRIP) untuk merebut kemerdekaan menjadi sia-sia.
Itu sebabnya dia bergabung dengan empat elemen masyarakant yang terdiri dari Keluarga Besar Rakyat Surabaya Perjuangan (KBRS Perjuangan), Arek Suroboyo Asli (ASA), Jaringan Rakyat Peduli Keadilan Indonesia (JARPEK Indonesia), dan Seduluran Saklawase Suroboyo (SSAS), menolak perubahan nama jalan, menyuarakan aksinya di kantor DPRD Surabaya, Jumat, 10 Agustus 2018.
“Saya masih ingat, bagaimana perjuangan arek-arek Suroboyo bersama TRIP melawan penjajah. Dan yang kita hadapi saat itu adalah pasukan bersenjata lengkap. Tapi kita tetap melawan,” jelas Mbah Marbai, saat dijumpai di rumahnya, di Jalan Rungkut Asri, Minggu 12 Agustus 2018.

Perubahan nama kedua jalan ini juga mendapat respon dari Tim 11 Von Faber Cagar Budaya Kota Surabaya, Eddy Emanuel Samson. Menurutnya jalan tersebut memiliki pertalian sejarah yang tinggi.
“Sejak awal dibangunnya jalan tersebut tidak pernah berganti nama. Bahkan Gubernur Hindia Belanda pada saat itu tidak menamai Jalan Daendles atau nama Belanda lainnya. Ya, tetap jalan Dinoyo dan jalan Gunungsari,” terang Eddie, saat dijumpai Jatimnet.com, Senin 13 Agustus 2018.
Menurut pria keturunan Belanda-Manado itu, nama Jalan Dinoyo dan Gunungsari memang belum diusulkan sebagai cagar budaya. Tetapi kedua jalan ini sudah ada sejak dua abad silam, dan menjadi jalan penghubung dengan desa-desa kecil di pinggiran Kalimas.
“Dalam buku Trilogi Oud Soerabaia, Jalan Dinoyo dan Gunungsari merupakan salah satu jaringan jalan antarkota tertua di Indonesia,” lanjut pria kelahiran, Surabaya 3 April 1934 itu.
Salah satu bukti jika Jalan Dinoyo memiliki sejarah adalah adanya anak jalan, yakni Jalan Dinoyo Tangsi. Pemberian nama Tangsi di belakang menggambarkan tempat tersebut pernah dijadikan sebagai tempat tinggal atau barak tentara pribumi.
Sebagaimana penolakan empat elemen dan Mbah Marbai, Eddy Samson juga tidak sependapat nama itu diubah dengan alasan harmonisasi budaya. “Kalau nama jalan itu diubah, dikhawatirkan bisa menghilangkan sejarah,” ucap pria yang juga Ketua de Indo Club Surabaya itu.

Perubahan nama Jalan Dinoyo menjadi Jalan Pasundan dan Jalan Gunungsari menjadi Jalan Siliwangi berkat inisiasi antara Gubernur Jawa Timur Soekarwo dengan Gubernur Jawa Barat (saat itu) Ahmad Heryawan, bersama Gubenur Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X di Hotel Bumi Surabaya, 6 Maret 2018.
Pertemuan itu bentuk harmonisasi budaya antar kedua provinsi. Pemerintah Provinsi Jawa Barat sendiri juga mengubah dua nama jalan, yakni Jalan Gasibu menjadi Jalan Mojopahit, adapun Jalan Kopo menjadi Jalan Hayam Wuruk.
Memang tidak sepenuhnya Jalan Gunungsari diubah menjadi Jalan Siliwangi. Perubahan jalan hanya sebagian jalan, yakni mulai dari pertigaan Jalan Gajah Mada hingga pertigaan pintu tol Gunungsari.
Begitu juga dengan Jalan Dinoyo, hanya mengakomodir kawasan Keputran-Sulawesi-Dinoyo-Pandegiling sampai dengan pertigaan Jalan Majapahit jalan depan Universitas Katolik Widiya Mandala (UKWM).
Pemotongan jalan ini sesuai usulan Pansus, dan disahkan dalam bentuk peraturan daerah (Perda) melalui Rapat Paripurna di gedung DPRD Surabaya, 11 Agustus lalu. “Sedikit kita kurangi nama kedua jalan tersebut. Jadi tidak semua kita ubah,” kata Wakil Ketua Pansus.
Sebetulnya perubahan nama jalan itu sudah lama diusulkan. Gubernur Soekarwo telah berkirim surat ke Pemkot Surabaya bernomor 620/2281/023.2/2017, tertanggal 27 November 2017, tentang perubahan Jalan Gunungsari menjadi Jalan Siliwangi.
Sementara Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Bina Marga juga berkirim surat ke Pemkot Surabaya bernomor 620/23104/103/2017, tanggal 18 Desember 2017. Disusul Surat Gubernur Jatim bernomor 620/3040/023.2/2018, perihal usulan Jalan Siliwangi dan Pasundan.
Pemkot Surabaya merespon ketiga surat itu dengan mengirim surat balasan bernomor 640/1433/436.7.5/2018, tertanggal 28 Februari 2018 dan ditandatangani Wali Kota Tri Rismaharini. Isi surat tersebut mengusulkan Jalan Dinoyo diubah menjadi Jalan Pasundan. Usulan lain hanya memotong beberapa ruas kedua jalan yang diubah.