Sabtu, 07 September 2019 06:45 UTC
Ilustrasi oleh Ali Yani.
JATIMNET.COM, Surabaya – Peneliti Indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhan menyatakan salah satu pasal yang paling kontroversial dalam revisi UU KPK adalah penghentian penyidikan kasus korupsi yang telah melebihi waktu satu tahun.
Menurutnya, poin tersebut muncul pada pasal 70 huruf c yang menyebutkan bahwa pada saat undang-undang ini berlaku, semua tindakan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang proses hukumnya belum selesai harus dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
“Ini mengartikan perkara yang melebihi waktu satu tahun harus dihentikan,” kata Kurnia melalui rilis yang diterima Jatimnet.com, Sabtu 7 September 2019.
BACA JUGA: ICW Sebut Perubahan UU KPK Bentuk Pelemahan Institusi KPK
Padahal menurutnya, saat ini KPK sedang menangani berbagai perkara dengan skala kerugian negara yang besar. Dapat dibayangkan jika UU ini disahkan maka para pelaku korupsi bisa dengan sangat mudah untuk lepas dari jerat hukum.
“Harusnya DPR memahami bahwa setiap perkara memiliki kompleksitas persoalan berbeda. Jika sebuah kasus dipandang rumit, sudah barang tentu penyidikan serta penuntutannya membutuhkan waktu yang cukup panjang. Ini semata-mata agar bukti yang diperoleh kuat untuk membuktikan unsur pasal terpenuhi,” jabarnya.
Ia menyebut, sebelumnya dalam Pasal 40 UU KPK melarang menerbitkan Surat Penghentian Penyedikan Perkara agar dapat secara komprehensif membuktikan secara sah dan meyakinkan di muka persidangan.
BACA JUGA: Koalisi Masyarakat Sipil Jatim Curigai Pelemahan KPK dari Dalam
Faktanya, hingga hari ini sejak awal mula berdiri dakwaan KPK selalu terbukti di persidangan. Patut untuk dipahami bahwa kejahatan korupsi sudah dikategorikan sebagai extraordinary crime, ini mengartikan penanganannya tidak bisa lagi dikerjakan dengan metode konvensional,” tutur Kurnia.
Mengenai hal tersebut, Kurnia menyebut DPR seharusnya fokus pada penguatan tugas dan fungsi KPK dalam agenda pemberantasan korupsi.
“DPR seharusnya fokus pada penguatan KPK dengan cara merevisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang terjadi justru sebaliknya malah memperlemah,” jelas Kurnia.