Selasa, 19 February 2019 06:53 UTC
Ilustrasi Gempa Bumi. Foto: Shutterstcok
JATIMNET.COM, Surabaya - Akademisi dari Universitas Jenderal Soedirman Banyumas Purwakerto, Yanuar Haryanto menyebut desain rumah tahan gempa penting dibangun di wilayah yang rawan gempa. Namun rumah dengan desain yang fokus pada denah dan struktur yang simetris itu tak populer di masa sekarang.
"Prinsip utama dalam mendirikan rumah tahan gempa adalah denah dan struktur bangunan yang simetris,” kata Haryanto dosen jurusan teknik sipil, Fakultas Teknik, Universitas Jenderal Soedirman bidang keahlian struktur spesialisasi kegempaan dan perbaikan/perkuatan struktur Senin 18 Februari 2019.
Denah simetris
Denah yang sederhana dan simetris memudahkan penentuan letak titik-titik kolom dan pondasi yang akan menjadi rangka struktur utama pada bangunan. “Misalnya untuk kolom beton bertulang yang ideal untuk rumah tinggal biasanya berjarak 3 4 meter," katanya.
BACA JUGA: Gempa dan Erupsi Bromo Tak Pengaruhi Penerbangan Di Malang
Struktur bangunan sederhana dan simetris menurutnya mampu menahan gaya gempa yang lebih baik dari pada bangunan dengan bentuk yang tidak beraturan.
"Hal ini disebabkan karena gaya gempa yang terjadi dapat terdistribusi secara merata ke semua elemen struktur," katanya.
Selain itu, yang perlu diperhatikan dalam mendirikan rumah tahan gempa adalah pemilihan material yang ramah terhadap gempa. Penting untuk membuat bangunan menjadi lebih ringan dengan menggunakan bahan bangunan yang ringan.
"Besarnya gaya gempa yang diterima sebuah bangunan berbanding lurus dengan berat bangunan itu sendiri,” katanya.
BACA JUGA: Belum ada Laporan Kerusakan Akibat Gempa di Malang Selatan
Menurutnya hunian tradisional Indonesia memiliki rancangan tahan gempa warisan dari nenek moyang. Pemakaian struktur kayu dan bambu dengan atap memakai rumbia atau ijuk terbukti dapat bertahan ketika ada guncangan gempa.
Material ringan
Dia menambahkan, di era modern ada banyak material yang mendukung perencanaan rumah tahan gempa. Ada betom aerasi atau bata ringan yang lebih baik dari bata dan batako, juga atap rangka baja ringan dan genteng aspal atau gelombang.
“Pemakaian partisi dari gypsum atau GRC juga dapat membuat massa bangungan menjadi lebih ringan," katanya.
Dia menambahkan, sistem konstruksi penahan beban pada konstruksi rumah tahan gempa perlu diperhatikan agar struktur pondasi, kolom, balok dan struktur atap menyatu dengan sambungan yang memadai.
"Untuk konstruksi kayu selain perlu tambahan struktur menyilang harus dilengkapi dengan plat baja pengikat di setiap pertemuan sehingga menjamin fleksibilitas geraknya," katanya.
Bangunan dengan struktur beton bertulang, tambah dia, harus memakai tulangan yang tepat sesuai dengan perhitungan strukturnya.
BACA JUGA: BPBD Jatim Catat Dua Kali Gempa Susulan di Malang
"Baik tulangan utama maupun begel atau sengkangnya. Sambungan antara kolom, pondasi dan sloof pun harus diperhatikan detilnya agar mempunyai kekuatan yang cukup untuk menahan beban gempa," katanya.
Rumah tahan gempa tak populer
Meskipun rancangan bangunan tahan gempa serta bahan bangunan ringan banyak ditemui di pasaran, namun Haryanto menilai rumah tahan gempa belum populer di Indonesia. Hal ini disebabkan minimnya regulasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang rumah tahan gempa.
"Selain itu juga disebabkan oleh terbatasnya pengetahuan masyarakat ataupun tukang, alasan ekonomi, tata ruang, dan terbatasnya pengetahuan mengenai upaya mitigasi bencana.
Sehingga dibutuhkan usaha yang lebih optimal dari para pemangku kebijakan terkait sosialisasi pentingnya membuat rumah tahan gempa. Salah satu caranya adalah dengan mendirikan rumah tahan gempa oleh pemerintah setempat.
BACA JUGA: Ini Efek Gempa Paling Misterius
Rumah tahan gempa akan memperkecil tingkat kerentanan atau vulnerability gempa sementara tingkat ancaman atau hazard tidak dapat dikurangi kaerena merupakan fenomena alam. "Dengan demikian tingkat risiko gempa hanya dapat dikurangi dengan memperkecil tingkat kerentanan," katanya. (Ant)