Minggu, 24 November 2019 03:43 UTC
Ilustrasi. [publicdomainvectors]
JATIMNET.COM, Surabaya - Industri alas kaki di Jawa Timur diprediksi belum keluar dari tren negatif. Tahun depan diperkirakan penurunan industri alas kaki domestik masih sama dengan tahun ini, mencapai 50-60 persen.
Ketua Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Jatim Winyoto Gunawan menyebut, ada beberapa faktor yang membuat industri alas kaki belum bisa beranjak keluar dari tren negatif. Di antaranya bea masuk ke negara Eropa dan Amerika yang masih tinggi dan tingginya upah.
"Kalah dengan negara lain seperti Vietnam dan Kamboja," ujar Winyoto, Minggu 24 November 2019.
BACA JUGA: Apindo Jatim Mewaspadai Industri di Ring Satu Pindah ke Jateng
Vietnam mendapat kebebasan bea masuk barang ke Eropa dan Amerika. Berbeda dengan Indonesia yang masih dikenakan tarif 5 persen.
Winyoto mengaku, persoalan bea masuk ke negara di Eropa dan Amerika ini sebenarnya telah dikomunikasikan kepada pemerintah. Hanya saja hingga sekarang belum menunjukkan hal positif. Tarif bea masuk kedua benua masih terbilang cukup besar.
Dia khawatir, bea masuk yang terus dianggap membebani ini membuat penanam modal asing (PMA) lari ke negara Vietnam. "Saya sudah teriak agar G to G dibantu. Kalau keblabasan bisa lari semua (investor)," ungkapnya.
BACA JUGA: Global Way Indonesia Bakal Serap 2.000 Pekerja di Kabupaten Madiun
Selain persoalan bea masuk, lanjut Winyoto, permasalahan naiknya standar upah juga menggerogoti industri alas kaki yang padat karya.
Kondisi ini terjadi tidak hanya tahun ini, yang oleh pemerintah Upah Minimum Kabupaten/kota (UMK) dinaikkan 8,51 persen. Melainkan mulai beberapa tahun belakangan.
"Sejak zamannya Pakde Karwo (sapaan akrab Gubernur Jatim Soekarwo) tahun 2012, kenaikan upah sudah hampir tiga tahun berturut-turut mencapai 160 persen. Jadi kalau ditarik lagi 10 tahun sampai saat ini rata-rata jatuhnya kenaikan UMK 20 persen setiap tahun," bebernya.
BACA JUGA: Ada Banyak Manfaat Berjalan di Atas Tanah Tanpa Alas Kaki
Pihaknya tidak menutup kemungkinan kenaikan UMK bisa mengancam keberlangsungan industri alas kaki di Jawa Timur. Tidak hanya sebatas merelokasi pabrik dari daerah dengan upah tinggi, tetapi lebih mengkhawatirkan lagi yakni menutup perusahaan.
Winyoto memastikan, dengan upah yang menyentuh Rp 4 juta lebih di ring satu, membuat anggota Aprisindo yang mengeluh. Dirinya berharap pemerintah memberikan kebijakan khusus untuk permasalahan upah ini, terutama sektor padat karya yang menyerap tenaga kerja banyak.