Hari Istiawan

Reporter

Hari Istiawan

Minggu, 23 September 2018 - 15:35

SEBAGAI seniman musik yang berkarir di jalur independen, Iksan tidak begitu memerdulikan soal genre musiknya. Ketika ngomong genre, Iksan tidak pernah menegaskan genre musiknya apa. Bagi dirinya, tuga seniman musik adalah membuat karya musik.

“Ketika dilempar ke publik, silakan persepsikan karyaku seperti apa, ada yang ngomong balada, ada yang ngomong folk, ada yang ngomong pop, punk pop, aneh-aneh mereka menafsirkan dengan bahasa-bahasa mereka, tapi semuanya sah,” kata Iksan yang memiliki senyum khas dengan mempetlihatkan giginya.

Iksan menyadari, seniman musik yang memilih jalur seperti dirinya bisa dihitung. Menurutnya, itu pilihan sulit di tengah industri musik yang menurutnya tunduk pada pasar. Namun, sebelum memilih di jalur independen, Iksan juga pernah berkarir di Jakarta dan terikat kontrak dengan perusahaan rekaman besar atau Major.

Perjalanan karir Iksan Skuter juga berliku dan berdarah-darah selama kurang lebih 18 tahun. Ia pernah mengalami era indie kemudian ke major lalu ke indie lagi, ke major dan ke indie lagi hingga sekarang. “Kita di major diposisikan selayaknya bburuh outsorching,” kata Iksan.

Karenanya, dengan sistem independen yang dijalaninya sekarang Iksan lebih merdeka dalam berkarya. Awalnya, sistem independen yang dipahaminya waktu itu hanya kebebasan dalam berkarya nyantai saja. Setelah dirinya masuk ke sistem major, baru sadar dirinya bahwa independen yang dimaksud adalah perlawanan sistem yang mendominasi.

Di major, kata Iksan, seni diarahkan untuk tujuan entah apa, entah murni bisnis, entah fashion, perusakan karakter di sektor mana. “Independen adalah perlawanan sistem yang mendominasi terhadap perlakuan kepada karya itu. Maka ini yang harus disebarkan kepada seniman indie. Ini sistem, maka kita harus membuat sistem sendiri sehingga kita menjadi tuan atas karya itu,” kata Iksan dengan sorot mata tajam dan serius.

Ia menceritakan bagaimana saat dirinya ikut major. Bagaimana bisa dirinya menjadi buruh atas karyanya sendiri. Tidak berbeda jauh dengan buruh outsourching yang terbatas waktu, tidak boleh melawan, kalau membangkang dipangkas atau digantung nasibnya. “Kita terjebak kontrak, setelag selesai kontrak aku memilih solo karir tahun 2012,” ujarnya.

Selesai kontrak di tahun 2010 ada jed adua tahun bagi Iksan untuk merenung dan itu menjadi titik balik dirinya untuk memutuskan di jalur independen dan melawan. Sekarang tugasnya membuat karya dan jika sekarang sudah terkenal, itu adalah imbas dari karyanya. “Bukan orientasiku untuk terkenal, tugasku membuat karya karena anak kandung seniman adalah karya,” kata Iksan.

Baca Juga

loading...