Logo

Hasil Pengukuran Air Asin di Kubangan Bekas Pengeboran Minyak Mojokerto

Reporter:,Editor:

Jumat, 10 January 2020 09:40 UTC

Hasil Pengukuran Air Asin di Kubangan Bekas Pengeboran Minyak Mojokerto

ASIN. Tim DLH Kab. Mojokerto mengambil sampel air asin di kubangan bekas pengeboran minyak zaman penjajahan Belanda di persawahan Gunung Kunci, Dusun Brayu Kulon, Desa Brayublandong, Kec. Dawarblandong, Kamis, 9 Januari 2020. Foto: Karina Norhadini

JATIMNET.COM, Mojokerto - Tim Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Mojokerto telah melakukan pengukuran sampel air asin di kubangan bekas pengeboran minyak di areal persawahan Gunung Kunci, Dusun Brayu Kulon, Desa Brayublandong, Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto, Kamis, 9 Januari 2020. 

"Salinitas atau kadar keasinannya lumayan tinggi, sekitar 16,9 dan pH (derajat keasaman) air sebesar 8,6. Sementara suhu airnya sekitar 34-40 derajat Celcius,” kata Kepala UPT Laboratorium DLH Kabupaten Mojokerto, Iwan Setiawan, saat dikonfirmasi di lokasi.

Karena salinitas atau kandungan garam yang ada di sawah yang juga Tanah Kas Desa (TKD) itu cukup tinggi, areal setempat kurang mendukung vegetasi tanaman termasuk padi dan palawija. “Makanya enggak bisa ditanami (tidak subur) karena kadar garamnya tinggi," katanya.

BACA JUGA: Mencecap Nikmatnya Kopi Saring Mbok Tajeng Dawarblandong

Selain mengandung kadar garam cukup tinggi, di kubangan itu diduga juga mengandung minyak. Berdasarkan informasi masyarakat, kubangan tersebut bekas pengeboran minyak zaman penjajahan Belanda namun tak menemukan sumber minyak yang memadai.

Saat tim DLH ke lokasi, tim tidak menemukan kandungan minyak pada air yang diteliti. Diduga karena intensitas hujan yang cukup tinggi, kadar minyak yang sempat terlihat di bekas kubangan tidak tampak.

"Saat kami ke sana tidak nampak adanya minyak, mungkin habis hujan. Dari informasi perangkat desa bahwa dulu bekas pengeboran untuk mendeteksi minyak dalam  lapisan bawah tanah," kata Iwan.

DLH Kabupaten Mojokerto hanya bisa melakukan uji sampel kandungan air asin di kubangan tersebut. "Tanah dan minyak enggak bisa menyimpulkan. Kami tidak memiliki kapasitas atau peralatan, adanya di (DLH) provinsi. Kalau minyak bisanya dari tim khusus Minerba," katanya.

BACA JUGA: DLH Mojokerto Diduga Buang Limbah Medis Bekas Tes HIV ke TPA Mojosari

Menurutnya, rasa asin di kubangan setempat termasuk kategori payau. Air dikatakan asin bila angka salinitas berada di kisaran 30 seperti yang ada di wilayah dekat laut. Sedangkan untuk ukuran air tawar, kisarannya berada di angka 3 hingga 0.

“Itu data sementara. Kepastiannya menunggu hasil lab nanti,” katanya. Dari hasil pengukuran sementara, tim menyimpulkan kandungan garamnya cukup tinggi, setengah dari kandungan rata-rata asin air laut. “Cuma ini khan sudah tercampur air hujan. Jadi, paling bagus mengambilnya (sampel) musim kemarau,” katanya.

Tim juga akan menguji beberapa unsur senyawa lainnya yang berkaitan dengan kadar garam air seperti kandungan Klorida (Cl), Asam Klorida (HCl), dan Daya Hantar Listrik (DHL).

“Kalau kadar garamnya tinggi, biasanya daya hantar listriknya juga tinggi,” ujar Iwan. 

Sementara itu, Kabid Penaatan Lingkungan DLH Kabupaten Mojokerto Aminudin mengatakan dari dua parameter yang jadi acuan pemeriksaan, salah satunya derajat keasaman atau pH air. Hasilnya, derajat keasaman air tergolong normal yaitu di angka 6,8.

BACA JUGA: Kubangan Air Asin Bercampur Minyak dan Lumpur di Mojokerto Tak Terurus

"Saat ini kadar garamnya 16,9. Kalau air laut 30-35. Ini masih setengahnya," ucap Aminudin.

Selain mengambil sampel air asin di kubangan tersebut, tim DLH juga mengambil sampel air sumur warga yang lokasinya paling dekat dengan kubangan. Hasilnya, pH air di rumah milik warga bernama Ngatemi itu masih normal di angka 7,5. Sedangkan kadar garamnya 0,00. Artinya, air di sumur warga tersebut tidak seasin di kubangan sawah dan layak untuk dikonsumsi manusia.

Air asin di kubangan setempat sempat digunakan warga untuk pembuatan garam cair dan campuran bahan pembuatan kerupuk puli. Namun karena kurang bernilai ekonomi tinggi, aktivitas itu sudah tidak dilakukan lagi. Padahal garam alami yang terkandung di kubangan tersebut dianggap jauh lebih baik untuk olahan makanan tradisional dibanding penggunaan boraks untuk mengawetkan makanan.