Logo

Gunung Raung Masih Erupsi, Warga Diimbau Pakai Masker dan Pelindung Mata

Reporter:,Editor:

Kamis, 11 February 2021 23:00 UTC

Gunung Raung Masih Erupsi, Warga Diimbau Pakai Masker dan Pelindung Mata

ERUPSI. Visual Gunung Raung yang tengah erupsi dan mengeluarkan abu vulkanik, Kamis 11 Februari 2021. Foto: Pos Pemantauan Gunung Api (PPGA) Raung

JATIMNET.COM, Banyuwangi – Eko Andiyono, 27 tahun, memasukkan motor ke garasi tempatnya tinggal di Kelurahan Bakungan, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Senin malam, 8 Februari 2021. Dia melepas jas hujan lalu masuk rumah untuk menyantap nasi goreng yang baru dibelinya dengan menerobos hujan lebat. Puncak musim hujan di Banyuwangi diperkirakan terjadi selama 2 bulan pada awal tahun.

Kepada Jatimnet, Eko mengungkapkan beruntung Banyuwangi kerap bercuaca hujan saat Gunung Raung erupsi seperti saat ini. Hujan deras dalam waktu lama, bahkan beberapa kali sampai berlangsung setengah hari, menurutnya bermanfaat untuk mengatasi abu vulkanik Gunung Raung.

Gunung yang dimiliki Kabupaten Banyuwangi, Jember dan Bondowoso itu mengalami erupsi mulai Rabu 20 Januari 2021, dan naik status dari Normal (I) ke Waspada (II) keesokan harinya. Sejak saat itu beberapa area Kabupaten Banyuwangi, terutama bagian utara, kerap menerima terpaan abu vulkanik Raung.

"Dampak meletusnya Gunung Raung terbantu hujan, mengurangi penyebaran debu. Di kendaraan, di genteng, perabotan yang langsung menghadap ke langit kan langsung bersih kalau kena hujan. Tanpa kita mencuci mobil, kita hujanin saja bisa bersih," kata Eko.

BACA JUGA: Antisipasi Erupsi Gunung Raung, Polres Bondowoso Cek Jalur Evakuasi di Dusun Terpencil

Di sisi lain dirinya turut prihatin beberapa wilayah permukiman mengalami banjir karena menerima hujan dengan intensitas tinggi. Bahkan banjir sempat memutus jalur transportasi langsung ke dua kabupaten tetangga, Situbondo dan Bondowoso. Beberapa aktivitas di luar ruangan juga tidak bisa dilakukan saat hujan turun lebat. Kawasan yang ditinggalinya memiliki potensi banjir yang kecil, namun turut menerima abu vulkanik Raung.

Kepala Bidang Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banyuwangi Eka Muharram Suryadi mengimbau masyarakat melakukan upaya perlindungan secara mandiri dari terpaan abu vulkanik Gunung Raung. Abu vulkanik yang terhirup bisa menyebabkan infeksi saluran pernafasan, dan menyebabkan iritasi bila terkena mata. Gangguan penglihatan juga bisa menyebabkan celaka bila sedang berkendara.

ABU RAUNG. Abu vulkanik Gunung Raung menempel di mobil yang terparkir di Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi, Minggu, 7 Februari 2021. Foto: Ahmad Suudi


Dia menerangkan tak hanya gunung meletus dan banjir yang bisa atau berpotensi terjadi di Banyuwangi, namun juga longsor, puting beliung, kekeringan, kebakaran hutan, gempa bumi, tsunami, bahkan likuifaksi. Itu karena kondisi geografis Banyuwangi yang memiliki dua gunung berapi aktif Raung dan Ijen, dataran rendah, titik-titik sulit mata air, wilayah hutan, dekat sesar, dan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia.

Meski pada awal tahun ini beberapa permukiman warga Banyuwangi terendam air, Eka mengatakan potensi bencana banjir di kabupaten ujung timur Pulau Jawa itu kecil. Lantaran banjir dikategorikan bencana bila kedalamannya lebih dari 50 cm dan durasinya lebih dari 24 jam.

Sementara dengan karakteristik geografisnya, banjir di Banyuwangi rata-rata surut dalam 3 jam sehingga layak hanya disebut sebagai 'genangan'. Dia mengatakan banjir yang terjadi awal tahun 2021 di Banyuwangi tidak ada yang berkategori bencana.

"Kalau yang harus melakukan penanganan darurat nol, tapi kebanyakan genangan, bisa ditangani oleh warga dan pemerintah desa atau kecamatan," kata Eka saat dihubungi via seluler, Rabu 10 Februari 2021.

BACA JUGA: Gunung Raung Jadi Status Waspada, Pos Perlintasan Ditutup

Demikian juga dengan erupsi Gunung Raung yang menurutnya saat ini belum memiliki dampak bahaya tinggi pada masyarakat. Puncaknya yang berada di ketinggian 3.332 meter di atas laut (mdpl) itu berjarak 12 kilometer dari permukiman terdekat. Bila terjadi letusan besarpun, lontaran batu besar maksimal menjangkau sampai jarak 5 kilometer dari bibir kawah. Sehingga permukiman diperkirakan akan tetap aman.

Eka mengatakan informasi tanda-tanda bahaya dan fenomena yang tidak berbahaya telah disosialisasikan pada warga yang tinggal di kaki Gunung Raung. Mereka juga telah memahami karakteristik gunung itu sehingga tidak panik ketika mendengar suara gemuruh, melihat pantulan cahaya api di puncak atau ada embusan abu vulkanik, yang bukan merupakan peristiwa dengan level bahaya tinggi. Dia mengatakan warga di kaki Gunung Raung saat ini tidak gelisah, melainkan masyarakat yang jauh justru khawatir.

"Sehingga jangan disamakan dengan Merapi, jangan disamakan dengan Semeru, karena beda karakternya. Jadi treatmen-nya untuk antisipasi Gunung Raung itu, ya kita hanya mewaspadai hujan abu vulkanik. Dengan cara itu tadi, pakai masker dan peindung mata," kata Eka.