Sabtu, 20 July 2019 10:57 UTC
TAK KHAWATIR. Seorang pengunjung sedang mengabadikan pemandangan di kawasan Bromo, Sabtu 20 Juli 2019. Foto: Zulkiflie
JATIMNET.COM, Probolinggo – Kepala Pengamatan Pos Gunung Api Bromo Wahyu Adrian Kusuma menyebut, erupsi Gunung Bromo yang terjadi pada Jum’at 19 Juli 2019 sekitar pukul 16.37 WIB karena akumulasi meningkatnya aktivitas gempa vulkanik yang terjadi pada Juli 2019.
Selain itu, kata Wahyu, gempa tektonik yang terjadi di selatan Pulau Bali beberapa hari lalu juga turut meningkatkan tekanan gas di dalam kawah Bromo. Akumulasi energi tersebut membuat Bromo erupsi dan menyebabkan keluarnya abu vulkanik yang disertai suara dentuman dan gemuruh.
“Untuk visual saat erupsi tidak dapat dilihat karena tertutup kabut tebal. Aktivitas vulkanologi Gunung Bromo cenderung menurun, namun wisatawan dan masyarakat diimbau agar tetap berada di zona 1 kilometer dari bibir kawah,” jelasnya, Sabtu 20 Juli 2019.
BACA JUGA: Aktivitas Bromo Menurun Pasca Erupsi Jumat Sore
Berdasarkan data pengamatan PVMBG (Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana dan Geologi), Sabtu 20 Juli 2019, pukul 06.00 hingga 12.00 WIB. Cuaca di sekitar Gunung Bromo cerah berawan, angin bertiup lemah ke arah selatan, barat daya, dan barat.
Secara visual Bromo tampak jelas dan tertutup kabut. Asap kawah bertekanan lemah teramati berwarna putih, dengan intensitas tipis dan tinggi 50-300 meter di atas puncak kawah. Status Bromo masih berada di level 2 atau waspada.
Kunjungan wisatawan ke Bromo tak terpengaruh erupsi yang terjadi sehari lalu. Pengunjung baik lokal maupun mancanegara masih terpantau seperti biasanya.
BACA JUGA: Muncul Suara Gemuruh dan Aliran Lahar Dingin di Bromo
Hendriawan salah satunya, pengunjung asalh Yogyakarta ini mengaku tak khawatir meski Bromo erupsi karena saat aktivitasnya juga berangsur menurun.
“Untuk erupsi ya tidak terlalu khawatir, karena terjadinya sudah kemarin. Hanya saja untuk naik ke kawah sudah dilarang. Tapi tidak apa-apa yang penting sudah bisa melihat pemandangan di Bromo,” ungkapnya.
