Rabu, 18 December 2019 23:40 UTC

EKSEKUSI. Eksekusi lahan dan bangunan di Mojokerto ricuh, Rabu, 18 Desember 2019. Foto: Karina Norhadini
JATIMNET.COM, Mojokerto – Eksekusi lahan, sawah, dan bangunan total seluas kurang lebih 8 hektar yang tersebar di beberapa lokasi di Dusun Sumbertempur, Desa Sumbergirang, Kecamatan Puri, Kabupaten Mojokerto, ricuh, Rabu, 18 Desember 2019.
Warga menganggap pihak Pengadilan Negeri (PN) selaku eksekutor salah obyek dalam menetapkan eksekusi.
Sengketa ini berawal dari pemohon Sriatin dan kawan-kawan (dkk) yang menggugat termohon Samin B Mursam berdasarkan putusan PN Mojokerto tahun 2002 dan dikuatkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya tahun 2005.
Tak terima dengan eksekusi, puluhan warga yang lahan dan bangunannya dieksekusi menghalang-halangi aparat keamanan dan petugas PN. Seorang wanita paruh baya yang juga salah satu pemilik rumah yang dieksekusi sempat berteriak histeris.Warga sempat menghalangi truk pembawa alat berat yang akan digunakan untuk menghancurkan bangunan yang dieksekusi.
Tergugat II, Suroso, menuding eksekusi salah obyek, termasuk kepemilikan rumah yang ditinggalinya dengan bukti sertifikat Prona tahun 1983/1984 dan keluar Sertifikat Hak Milik (SHM) 620 dengan luas 3.015 meter persegi. Dan tercatat di buku Letter C tahun 1967 sampai 1968 sebelum dirinya menjabat kepala desa.
BACA JUGA: Eksekusi Lahan Aset Pemkot Digagalkan Warga Dukuh Kupang Utara
"Tahun 2001 kami sudah menang tapi kenapa tahun 2002 tiba-tiba berubah jadi kami yang salah. Kami punya sertifikat lengkap, tetap akan kami pertahankan karena ini bukan miliknya, tetap kami lawan," ujar mantan Kepala Desa Sumbergirang ini.
Panitera PN Mojokerto, Soedi, menjelaskan pihaknya tak bisa menilai sah atau tidak sah terkait kepemilikan SHM yang dimiliki para tergugat. "Kami hanya menjalankan tugas negara berdasarkan putusan pengadilan. Kalau sah atau tidak sertifikat mereka kami tidak tahu, bukan wewenang kami," kata Soedi.
Diduga sejak lahan dan bangunan bersengketa, terjadi pengalihan yang dilakukan para pihak yang berperkara yaitu termohon eksekusi.
Soedi mengatakan mereka tahu kalau tanah ini masih sengketa namun tetap dialihkan juga oleh oknum dari desa yang mengeluarkan sporadik.
"Tanpa adanya sporadik mustahil obyek ini muncul SHM-nya. Bukan sertifikatnya yang bermasalah tapi cara memperolehnya yang tidak benar karena membeli dari obyek yang bersengketa," katanya. (*)
