Selasa, 14 June 2022 12:20 UTC
Yadnya Kasada. Warga Umat Hindu Suku Tengger menjalani ritual Mendak Tirta, sebelum perayaan Yadnya Kasada. Foto Dokumen Zulkiflie.
JATIMNET.COM, Probolinggo - Dua Warga Umat Hindu Suku Tengger bakal mengikuti prosesi ujian calon dukun pandita atau Mulunen, pada acara Yadnya Kasada Tahun 1944 Saka, Kamis 16 Juni 2022 dini hari.
Mulunen atau Wisuda Samkara adalah prosesi upacara ujian sekaligus pengukuhan dukun baru. Pengujinya merupakan Ketua Paruman Dukun Tengger. Prosesi mulunen biasanya dilakukan pada puncak ritual Yadnya Kasada yang dimulai sekitar pukul 03.30 WIB.
Dalam rangkaian Upacara Yadnya Kasada, sejumlah tahapan ritual tetap dilakukan antara lain meliputi pembacaan sejarah Kasada, Puja Stuti Dukun Pandhita, Mulunen, dan Mekakat atau upacara penutup
Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Probolinggo, Bambang Suprapto mengatakan, dua warga yang bakal menjalani Mulunen, berasal dari Desa Kedasih Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo,
Baca Juga: Puncak Perayaan Yadnya Kasada 7 Calon Dukun Dinyatakan Lolos Ujian, 1 Gagal
Serta dari Desa Gubugklakah, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang. Keduanya merupakan calon baru dukun pandita, bagi Umat Hindu Suku Tengger Lereng Bromo. "Jadi keduanya calon dukun baru atau bukan pengganti dukun sebelumnya,"terang Bambang kepada Jatimnet.com, Selasa 14 Juni 2022.
Dalam prosesi mulunen, para calon dukun pandita tersebut setidaknya harus hapal 50 persen mantra yang umum dipakai, agar bisa lulus sebagai dukun pandita.
Bambang menyampaikan, dalam acara Yadnya Kasada tahun ini, di areal upacara di Pura Luhur Poten masih tertutup untuk umum. Hanya Umat Hindu Suku Tengger yang diperbolehkan ikut upacara di dalam Pura.
Baca Juga: Jelang Kasada, Umat Hindu Suku Tengger Probolinggo Ritual Mendak Tirta
"Yang bisa masuk Pura, adalah Umat Hindu Suku Tengger. Baik mereka yang berasal dari Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Malang, dan Lumajang," tutur Bambang.
Sekedar informasi, upacara Yadnya Kasada merupakan penghormatan warga suku Tengger terhadap leluhurnya, yakni pasangan suami istri, Roro Anteng dan Joko Seger.
Keduanya rela mengorbankan anak ke-25, yakni Raden Kusuma untuk dilarung ke dalam kawah Gunung Bromo. Raden Kusuma dikorbankan untuk menepati janji pasutri keturunan kerajaan Majapahit itu kepada Sang Hyang Widhi. Sebagai ungkapan penghormatan itu, warga suku Tengger tiap tahun melarung hasil bumi ke kawah Gunung Bromo.
