Jumat, 17 July 2020 14:00 UTC
Wakil Ketua DPRD Jember Ahmad Halim. Foto: Faizin Adi
JATIMNET.COM, Jember – DPRD Jember sepakat akan menggulirkan Hak Menyatakan Pendapat (HMP). Proses itu akan berisi pendapat hukum (legal opinion) oleh parlemen atas dugaan pelanggaran sumpah jabatan yang dilakukan Bupati Jember Faida.
“Rapat Badan Musyawarah (Banmus) DPRD Jember hari ini sepakat akan mengagendakan rapat paripurna dengan agenda salah satunya adalah Hak Menyatakan Pendapat (HMP) yang akan dilakukan Rabu, 22 Juli 2020, pukul 10:00 WIB,” ujar pimpinan Banmus yang juga Wakil Ketua DPRD Jember Ahmad Halim usai rapat Banmus Jumat, 17 Juli 2020.
Sesuai tata tertib yang berlaku, usulan agenda rapat paripurna dewan selama sepekan harus disetujui minimal separuh anggota Banmus. Rapat Banmus minimal harus dihadiri dua per tiga anggota. “Dari total 25 anggota Banmus, rapat hari ini dihadiri 21 orang sehingga sudah melebihi syarat minimal,” kata Halim.
BACA JUGA: Konflik DPRD dengan Bupati Jember, Mendagri Perintahkan Khofifah, Ini Kata Legislatif
Usulan HMP sudah bergulir selama sepekan dan ditandatangani 94 persen Anggota DPRD atau melebihi syarat yang ditentukan. “Usulan ini ditandatangi 47 anggota dari total 50 anggota DPRD Jember,” kata Halim.
Tiga orang yang tidak memberikan dukungan terhadap HMP ini berasal dari Fraksi Partai Nasdem. Mereka adalah Gembong Konsul Alam (ketua fraksi), Kristian Andi Kurniawan, dan Budi Wicaksono. Partai Nasdem memiliki tujuh kursi di DPRD Jember.
Jika disepakati dalam rapat paripurna, HMP akan berisi pendapat hukum dewan atas dugaan pelanggaran sumpah jabatan yang diduga dilakukan Bupati Jember. HMP akan dikirim kepada MA melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Nanti MA yang akan menilai, apakah pendapat dewan ini apakah sudah sesuai dengan norma dan fakta hukum atau tidak,” ujar politikus Partai Gerindra ini.
BACA JUGA: Korupsi Pasar di Jember, Terdakwa Sebut Bupati Jember Dapat Fee
Jika Mahkamah Agung (MA) menyetujui pendapat DPRD Jember, maka Faida bisa dimakzulkan atau diberhentikan dari jabatannya. Dalam sejarah pemerintahan di Indonesia usai reformasi, jelas Halim, sudah terdapat sejumlah kepala daerah yang dimakzulkan melalui HMP yang diajukan DPRD di antaranya Bupati Karo tahun 2014 dan Bupati Garut tahun 2013.
“Syarat pemberhentian kepala daerah menurut Undang-Undang ada tiga yakni meninggal dunia, menjadi tersangka, dan melanggar sumpah jabatan. Kami menilai bupati sudah melanggar sumpah janji dan peraturan perundang-undangan,” ujar Halim.
Terkait mepetnya proses HMP dengan Pilkada 2020, DPRD Jember sudah memperhitungkannya. “Semua kalkulasi politik sudah kami hitung. Semua sudah sesuai prosedur,” ucap Halim.
BACA JUGA: Konflik Bupati dan DPRD Jember, Mendagri Tunggu Gubernur Jatim
HMP ini digulirkan setelah melewati dua tahapan yang lain yakni Hak Interpelasi atau hak bertanya dan berlanjut pada Hak Angket atau penyelidikan. “Jadi sudah berjenjang. Saat ini adalah tahapan final untuk mengajukan HMP,” ujar Halim.
Sebelumnya, DPRD Jember mengajukan hak bertanya atau interpelasi kepada Bupati Jember Faida akhir Desember 2019. Namun Faida tak menanggapinya dan menyebut Hak Interpelasi tidak penting.
Sikap Faida itu memicu DPRD sepakat mengajukan Hak Angket pada 30 Desember 2019. Panitia Angket dibentuk untuk menyelidiki sejumlah dugaan pelanggaran aturan dan birokrasi yang terjadi di Pemkab Jember di antaranya dugaan korupsi sejumlah proyek fisik Pemkab Jember serta proses mutasi dan penyusunan birokrasi yang tidak sesuai aturan. Dalam masa penyelidikan Hak Angket, mayoritas pejabat Pemkab Jember yang diundang DPRD untu mengklarifikasi ternyata tidak datang.
