Logo
Ubah Laku

Di Balik Kisah Satgas asal Situbondo, Pernah Diancam Celurit Hingga Terpapar Covid

Reporter:,Editor:

Sabtu, 28 November 2020 06:20 UTC

Di Balik Kisah Satgas asal Situbondo, Pernah Diancam Celurit Hingga Terpapar Covid

Lukman Al Habsyi, Satgas Covid-19 Kecamatan Situbondo. Foto: Hozaini

ATIMNET.COM, Situbondo - Menjadi Satgas Covid-19 tentu sangat berisiko tinggi. Selain berpotensi terpapar Covid, tugas  melakukan tracing (pelacakan) pasien di lapangan juga sangat berat dan penuh dengan tantangan.

Tak semua keluarga pasien mau terbuka hingga perlu taktik diplomasi dan negosiasi di lapangan. Tantangan lainnya harus bekerja esktra mengedukasi masyarakat agar patuh protokol kesehatan. Berikut kisah Lukman Al Habsyi, Satgas Covid-19 asal Situbondo, Jawa Timur.

“Saya pernah diusir diancam celurit saat melakukan tracing pasien. Pokoknya saat itu keadaannya alot karena pasien menolak  untuk di Swab. Tapi saya tak bergeming,” kenang Lukman Al Habsyi, memulai kisahnya sebagai Satgas Covid-19.

Saat itu, kata Lukman, dirinya mendapat tugas melakukan tracing pasien yang pulang paksa dari rumah sakit padahal hasil rapid testnya positif.

BACA JUGA: Ini Perjalanan Waktu Bupati Situbondo Saat di Rumah Sakit Sebelum Meninggal

Begitu  tiba di rumah pasien,  Lukman mendapat penolakan dan diusir pasien sambil mengacungkan celurit. Padahal saat itu ada anggota Koramil dan Polsek ikut turun juga ke lapangan.

Dengan sabar Lukan berusaha memberikan pemahaman dan pasien akhrinya bersedia di Swab dengan satu syarat, yaitu  tidak mau ramai-ramai karena takut diketahui warga setempat. “Saat itu di rumah pasien hanya ada saya dan petugas medis,” kata pria 47 tahun itu.

Menurut Lukman, saat ini sebagian masyarakat menganggap penyakit Covid itu aib. Tak jarang,  masih ditemukan ada pasien dikucilkan di tengah masyarakat. Bahkan ada pasien yang merasa dikucilkan oleh keluarganya sendiri. Stigman semacam itu berdampak negative terhadap pasien karena bisa membuatnya stress dan  imunnya turun.

“Stigman negatif semacam itu yang saya perangi di lapangan. Saya terus melakukan edukasi terhadap masyarakat  bahwa pasien Covid itu bisa sembuh karena  saya sendiri pernah terpapar Covid,” terang Lukman dengan ada berapi-api.

BACA JUGA: Bupati Positif Covid-19, Sebanyak 32 ASN di Pemkab Situbondo Jalani Swab Test

Lukmanm sendiri pernah terpapar Covid-19 dan selama 28 hari di karantina di gedung observasi yang disediakan Pemerintah. Pengalaman menjadi pasien Covid kian membuatnya bersemangat menjalankan tugas kemanusiaan sebagai Satgas. Hampir setiap hari Lukman melakukan sosialisasi sekaligus memberikan testemoni sebagai pasien.

Tak jarang, Lukman harus bekerja hingga larut malam saat melakukan tracing dari satu tempat ke tempat lainnya. Sebab, untuk mencari klaster pasien adakalanya butuh waktu hingga tiga hari  melacak kontak erat pasien selama 14 hari sebelum pasien tepapar Covid.

“Tracing itu bagian memutus matarantai penyebaran Covid. Jadi harus tuntas mencari tahu kemana saja pasien itu selama 14 hari sebelum dinyatakan terkonfirmasi Covid,” terangnya.

Lukman mengatakan sangat menikmati pekerjaannya sebagai Satgas. Pengalamannya aktif di Pramuka membuat dirinya lebih luwes bergerak di masyarakat. Meski sebagai Satgas Kecamatan, Lukman selalu diminta membantu Satgas Kabupaten.

BACA JUGA: Bupati Positif Covid-19, Sebanyak 32 ASN di Pemkab Situbondo Jalani Swab Test

Selain melakukan sosialisasi dan tracing, Lukman juga selalu membantu pemularan jenazah.  Suatu ketika Lukman pernah melakukan pemularan jenazah hingga empat kali sehari.

“Saya wajib hadir setiap ada pasien Covid meninggal  apalagi pasien itu berasal  dari Kecamatan Situbondo. Makanya, kalau saya ikut  pemularan jenazah biasanya tidak pulang ke rumah atau enggak dekat-dekat dengan anak dan istri. Kalau enggak tidur di kantor saya tidur di ruang tamu di rumah,” ujarnya.

Lukman mengakui pekerjannya memang sangat berisiko, namun ia sangat menikmatinya. Sebagai  mantan pasien Covid Lukman merasa terpanggil melakukan sosialisasi. Setiap berbagai pengalaman dengan masyarakat, Lukman selalu menceritakan  saat dirinya menjalani karantina.  Sebab kesembuhan pasien Covid akan ditentukan oleh dirinya sendiri, karena vaksin Covid memang masih belum ada.

“Masyarakat jangan panik namun harus tetap waspada. Pasien Covid harus fokus mengikuti saran petugas medis. Kalau semuanya berjalan lancar dalam kurun waktu 10 hari virus itu sudah mati. Itu yang saya lakukan saat jadi pasien,” sambungnya.

BACA JUGA: Guru Positif dan Reaktif Covid-19, MAN 2 Situbondo Diliburkan

Tak hanya menjadi Satgas, Lukman juga menjadi penggagas kelompok senam sehat. Awalnya, kelompok senam itu didirikan di  rumahnya di Dusun Tenggir Barat, Desa Tenggir Kecamatan Panji. Saat itu,  Desa Tenggir menjadi salah satu daerah yang di lockdown karena sebagian besar warganya terpapar Covid.

Lukman yang baru sembuh dari Covid merasa terpanggil untuk melakukan sesuatu mengingat di daerahnya berubah seperti “kota mati”. Jalanan sepi karena masyarakat dari luar takut berinteraksi dengan masyarakat setempat.

Lukman bersama sang istri membentuk kelompok senam. Semula hanya diikuti sekitar 10 orang dan setiap hari bertambah hingga lebih 50 orang.

“Iya kegiatan senam kebugaran saja. Kebetulan istri saya instruktur senam. Awalnya hanya senam di depan rumah kemudian saya diminta membentuk kelompok senam di beberapa desa tetangga. Sampai sekarang masih ada,” katanya.

BACA JUGA: Pasien Covid-19 di Situbondo Meningkat, Rata-Rata Klaster Keluarga

Kedepan kata Lukman, Satgas perlu ada trauma healing. Banyak sekali pasien dan keluarga pasien mengalami trauma  setelah tahu terkonfirmasi Covid. Ada salah satu pasien OTG (Orang Dengan Tanpa Gejala) di asingkan keluarganya sendiri karena trauma.

Tak jarang, setiap malam Lukman harus melayani pasien yang terkucilkan itu melalui Video Call. Sekedar menjadi teman sharing karena mereka membutuhkan support agar imunnya tidak drop.

“Saya cukup dekat dengan para pasien Covid.  Sebagian dari mereka yang saya dampingi datang ke rumah setelah sembuh. Ini saya bawa oleh-oleh buat Pak Lukman sebagai ungkapan terima kasih saya,” ujarnya menirukan ungkapan beberapa pasien Covid yang datang ke rumahnya.

Sebenarnya lanjut Lukman, dirinya tak mengharap apapaun dari para pasien. Dirinya hanya menjalankan tanggungjawab  sebagai Satgas, serta panggilan hati nurani sebagai mantan pasien Covid.  “Makanya kalau ada pasien sembuh telpon tanya alamat rumah, saya selalu bilang sedang sibuk ada kegiatan di lapangan,” pungkasnya