Logo

DAK Pendidikan Kabupaten Malang Diduga Mengalir ke Wartawan

Reporter:

Sabtu, 13 October 2018 12:09 UTC

DAK Pendidikan Kabupaten Malang Diduga Mengalir ke Wartawan

Ilustrasi. Oleh Gilas Audi.

JATIMNET.COM, Malang – Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Bupati Malang Rendra Kresna sebagai tersangka korupsi dalam dua kasus berbeda bernilai total Rp 7 miliar, Kamis 11 Oktober 2018.

Perkara korupsi pertama diduga terkait suap sebesar Rp 3,45 miliar dalam proses penyediaan sarana penunjang peningkatan mutu pendidikan tahun anggaran 2011. Adapun perkara kedua, Rendra diduga menerima gratifikasi senilai Rp 3,55 miliar.

Dalam keterangan pers di Jakarta, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyebut Rendra diduga memanfaatkan hasil suap untuk membayar utang dana kampanye pada masa pemilihan kepala daerah 2010. Modusnya, setelah terpilih dan menjabat bupati, Rendra mengumpulkan fee proyek, yakni dari Dana Alokasi Khusus di bidang pendidikan tahun anggaran 2010 sampai 2013.

BACA JUGA: Bupati Malang Resmi Ditetapkan Tersangka Oleh KPK

Aroma dugaan penyimpangan DAK bidang pendidikan di Kabupaten Malang sebenarnya sudah tercium media sejak tujuh tahun lalu. Beberapa situs online mencatat dengan rinci dan sejumlah warganet mengeluhkan perkara itu di akun media sosialnya.

Dari penelurusan di jagad maya itu, diketahui di tengah gencarnya pemberitaan proyek DAK yang karut marut, muncul isu panas tentang dugaan beberapa wartawan yang terlibat “mengamankan” proyek bermasalah itu.

Berdasarkan penelusuran Jatimnet.com, isu itu muncul beberapa waktu setelah berlangsung sebuah pelatihan jurnalistik di Kebun Teh Wonosari, Lawang Kabupaten Malang. Pelatihan yang diduga disponsori orang dekat Rendra berinsial EAT itu diikuti sekitar 50 wartawan. Masing-masing peserta mendapat uang saku antara Rp 500 ribu sampai Rp 750 ribu, yang diduga sudah dipotong panitia. Sedangkan pemateri utama dalam workshop itu, seorang pimpinan organisasi wartawan, mendapat honorarium Rp 2 juta.

BACA JUGA: 13 Kepala Daerah di Jatim Terjerat Korupsi, Berikut Kekayaan Mereka

Nama Aliansi Jurnalis Independen Kota Malang sempat disebut-sebut menerima aliran “uang 86” itu.

“Saya pribadi dan organisasi kami sama sekali tidak menerima uang tersebut. Saya juga tidak mengikuti workshop jurnalistik di Lawang itu,” kata Abdi Purmono, wartawan senior dan mantan Ketua AJI Kota Malang saat dikonfirmasi Jatimnet.com, Sabtu 13 Oktober 2018.

Abel –begitu Abdi disapa- adalah ketua AJI Kota Malang tahun 2011, waktu ketika isu aliran dana ke wartawan beredar. Ia dan AJI Kota Malang, kata dia, sudah membuat klarifikasi tentang tuduhan itu.

“Di luar klarifikasi resmi yang kami buat, saya pun tidak tahu kebenaran pasti tentang uang saku maupun honorarium yang diterima tiap peserta dan narasumber seperti informasi yang sampeyan terima dan tanyakan itu. Tapi saat itu (2011) memang santer rumornya begitu,” katanya.

Jatimnet.com memiliki salinan surat klarifikasi setebal delapan halaman itu. Surat bertarikh 19 Desember 2011 itu pernah dikirim ke sekitar 60 alamat surat elektronik (email) pribadi milik wartawan di Malang, baik anggota AJI maupun bukan, serta ke aktivis demokrasi dan pengurus AJI Indonesia.

Dalam surat klarifikasi itu disebutkan ada Rp 400 juta duit DAK pendidikan yang disiapkan sebagai “uang 86” bagi 20 wartawan. Uang itu berasal dari sisa DAK pendidikan 2010 sebesar Rp 52 miliar, DAK pendidikan 2011 sebesar Rp 71 miliar, dan anggaran pendampingan APBD sebanyak 10 persen. Masing-masing wartawan diisukan mendapat Rp 20 juta per orang.

Abel mengatakan isu aliran duit DAK ke kalangan wartawan sempat membuat hubungan antar wartawan di Malang agak memburuk. Saling curiga antar wartawan berkembang.

Dalam surat klarifikasi itu juga disebutkan, diduga kurang dari lima wartawan yang menerima dana DAK itu. Adapun 15 wartawan lagi hanya jadi korban pencatutan nama saja. Diduga pencatutnya oknum wartawan maupun kontraktor pelaksana proyek.

Tak disebutkan dalam surat itu jumlah uang yang diberikan pada lima wartawan itu. Tapi, berdasarkan informasi yang diterima Jatimnet.com dari beberapa sumber di Malang dan Surabaya, ada dua wartawan yang diduga menerima Rp 70 juta per orang.

“Saya mendengarnya juga seperti itu, tapi maaf ya saya tidak dapat memastikannya. Silakan telusuri sendiri ya,” ujar Abel.

Menurut Majelis Etik AJI Kota Malang itu, pers bertugas mengawasi, menyampaikan kritik dan koreksi terhadap hal yang berkaitan dengan kepentingan umum. Keterlibatan pers “mengamankan” proyek adalah pelanggaran serius Kode Etik Jurnalistik.

Wartawan yang terbukti menjadi pelakunya, kata dia, layak diberhentikan oleh perusahaan tempatnya bekerja, serta dipecat dari keanggotaan organisasi profesi wartawan apabila pelakunya memang menjadi anggota profesi wartawan seperti PWI, AJI, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia, dan Pewarta Foto Indonesia (PFI). Pelakunya bisa saja diproses hukum bila terbukti perbuatannya tidak berhubungan dengan perkara pemberitaan, melainkan tindak pidana korupsi.